Nasionaldetik.com,— Kisah Asmara dan Kesenjangan Sosial Memicu Pembunuhan Sadis. Riyadi (55), seorang perangkat desa, tewas dibacok secara brutal menggunakan parang (bendo) oleh tetangganya, Warsidam (50), seorang satpam. Korban tewas di lokasi kejadian setelah mengalami luka parah di kepala dan leher.
Aksi ini menunjukkan luapan emosi yang tidak terkontrol, bahkan setelah korban sempat melarikan diri, pelaku tetap mengejar dan kembali membacoknya. Hal ini menjadi indikasi kuat adanya unsur perencanaan atau setidaknya niat untuk menghabisi nyawa.
Korban: Riyadi (55), Perangkat Desa Jarorejo. Pelaku: Warsidam (50), Satpam. Pemicu: Istri Warsidam.
Kasus ini melibatkan dua tetangga dengan status sosial/jabatan yang berbeda (Perangkat Desa vs Satpam). Motifnya adalah cemburu akibat dugaan perselingkuhan (cinta segitiga) yang melibatkan istri pelaku. Pelaku mengakui melihat “chat mesra” di ponsel istrinya, yang bahkan nama Riyadi disamarkan menjadi nama perempuan.
Rabu, 5 November 2025, sekitar pukul 05.00-05.30 WIB (Pagi hari)
Dugaan perselingkuhan (chatting mesra) sudah berlangsung sejak tahun 2024. | Waktu Eksekusi yang Direncanakan? Terjadi pada pagi hari saat korban melakukan rutinitas mengambil air di penampungan desa. Keterangan bahwa pelaku membawa parang (bendo) yang sudah disiapkan dan langsung menyerang saat melihat korban, menunjukkan adanya persiapan matang meskipun amarah baru memuncak saat itu.
Area penampungan air desa setempat, Desa Jarorejo, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban. Korban sempat lari ke rumah warga terdekat, namun dikejar hingga tewas di halaman rumah tersebut.
Pembunuhan terjadi di area fasilitas umum desa, mencerminkan hilangnya rasa takut dan pengendalian diri pelaku di tengah lingkungan sosialnya. Hal ini menciptakan trauma mendalam bagi warga, terutama yang rumahnya menjadi lokasi pengejaran.
Motif Asmara/Cemburu. Pelaku cemburu buta karena menemukan adanya komunikasi intensif (“chat mesra” dan dugaan pertemuan) antara istrinya dan korban sejak tahun 2024. | Pemicu Jangka Panjang: Kasus ini bukan amukan sesaat, melainkan akumulasi rasa cemburu yang dipendam sejak lama (sejak 2024), yang akhirnya meledak ketika Warsidam melihat korban di lokasi. Ini menyoroti kegagalan dalam penyelesaian konflik pribadi yang melibatkan isu sensitif (perselingkuhan).
Warsidam dijerat dengan Pasal 340 KUHP (Pembunuhan Berencana) subsider Pasal 338 KUHP (Pembunuhan). Ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Pelaku menyerahkan diri ke kantor polisi terdekat. | Penegasan Unsur Perencanaan: Penyidik serius mendalami unsur Pasal 340 KUHP. Bukti Warsidam membawa senjata tajam (parang) dan aksi pengejaran yang brutal menjadi kunci untuk membuktikan adanya niat jahat yang terencana, bukan hanya pembunuhan spontan (Pasal 338 KUHP).
Kasus ini menyoroti bagaimana perselingkuhan yang diungkap melalui media digital (chat WA) dapat memicu kekerasan ekstrem, melampaui proses hukum atau mediasi sosial yang seharusnya ditempuh.
“Chat mesra” menjadi bukti utama dan pemicu amarah, menggarisbawahi pentingnya bukti digital dalam kasus kriminalitas bermotif asmara di era modern.
Keputusan penyidik menjerat dengan Pasal 340 KUHP menunjukkan upaya keras kepolisian agar pelaku bertanggung jawab penuh atas tindakan brutalnya, mengingat korban merupakan pejabat publik desa.
Reporter Tim Redaksi (ES)





























