Medan
Lima Belas April 2025 menjadi bersejarah bagi masyarakat olahraga Sumatera Utara. Di hari itu, bergulir Musyawarah Olahraga Provinsi (Musorprov) KONI Sumut periode 2025-2029.
Sudah tentu berubah lokomotif dan gerbong nya dalam membuat program pembinaan olahraga. Tapi, belum lagi bergulir Musorprov KONI Sumut sudah terendus bau negatif, yang mana pengurus pengurus yang selama ini berada di gerbong lama, rame rame mau eksodus ke gerbong periode 2025-2029.
Tercatat beberapa pentolan KONI Sumut diplot untuk masuk gerbong baru, seperti, Agung Sunarno, Sakirudin, Dahliana dll lainnya. Hal ini pun dikuatkan oleh salah satu calon kandidat ketua umum KONI Sumut. Dimana, John Ismadi Lubis minta 80 persen pengurus lama diadopsi ke kepengurusan baru. Pentolan gerbong lama pun kasak kusuk, lobi- lobi untuk memenangkan calon tersebut.
Parahnya lagi, ada yang udah empat periode sebagai pengurus KONI Sumut masih ambisius. Rata rata dari mereka udah tiga periode menduduki kursi pengurus KONI Sumut, padahal mereka itu tak mampu mendorong cabor untuk berprestasi.
“Sudah cukup lah, berikan kesempatan bagi yang muda dan berpengalaman dan punya networking untuk memberi warna baru dan spirit “, kata salah satu pengamat olahraga Sumatera Utara. , Rafriandi Nasution di Medan, Rabu (12/3)
Disebut nya, ambisius untuk capaian target kedepannya.Karena nantinya usia atlit yang akan ikut event dan kompetisi sekelas PON atau Kejuaraan Dunia masing masing cabang olahraga nantinya adalah anak anak muda gen z dan melinial tinggal kecil jumlahnya.
“Jadi figur pengurus adalah yang punya suasana kebatinan dibidang olahraga”, ujarnya
Frustasi
Mantan manajer PS Medan Jaya junior ini menyebutkan munculnya calon tunggal dalam musyawarah KONI Sumut nantinya seperti Hatunggal Siregar merupakan bentuk frustrasi stakeholder olahraga Sumut terhadap pengelolaan olahraga di Sumut.
Jadi Hatunggal Siregar dianggap solusi tepat untuk kemajuan olahraga Sumut kedepannya. Karena problem besar olahraga Sumut adalah pendanaan yang pemprovsu dan DPRD Sumut cendrung tidak menjadikan skala prioritas dalam visi,misi dan program Gubsu selama ini.
Itu terbukti misalnya pemberian bonus kepada Atlet juga jauh dari kata terlambat,sudah kering kerontang keringat atlit menunggu bonus tersebut, itupun belum jelas kepastian.
Apalagi contoh lainnya pembangunan sport center jauh dari konsep impian, misalnya stadion sepakbola awalnya berkapasitas 82.000 penonton jadi 25.000 penonton.Belum lagi Anggaran yang jauh berkurang.dan itu sudah tradisi pengelolaan olahraga disumut.
“Jadi pengelolaan olahraga di Sumut sulit bisa di jadikan sumber investasi bagi dunia usaha atau bisnis,karena problem prestasi dan kemauan politik pemerintahan nya tidak seiring dalam skala prioritas pembangunan Sumut,”sebut nya.(wal)