Bogor//nasionaldetik.com – Seorang jurnalis perempuan (DI) secara resmi memberikan kuasa hukum kepada pengacara Jamalludin, S.H & Partner untuk menangani kasus dugaan pelecehan seksual yang dialaminya. Kasus ini melibatkan seorang oknum Kepala Desa Wargajaya berinisial (OT) dan terjadi pada Rabu, 12 Februari 2025, saat (DI) menjalankan tugas jurnalistik bersama rekannya di Kantor Desa Wargajaya.
DI telah melaporkan insiden ini kepada pihak Polres Bogor pada Sabtu, 15 Februari 2025, pukul 21.00 WIB dengan nomor laporan: LP STTLP/B/280/II/2025/SPKT/RES/BGR/POLDA JBR. Laporan ini menjadi dasar bagi proses hukum yang tengah berlangsung.
Berdasarkan laporan yang diterima, insiden pelecehan seksual tersebut terjadi ketika (DI) bersama rekan jurnalisnya sedang menjalankan tugas peliputan di Kantor Desa Wargajaya. Saat itu, oknum Kades berinisial (OT) diduga melakukan tindakan yang tidak pantas terhadap (DI). Korban merasa tertekan dan tidak nyaman hingga akhirnya memutuskan untuk melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwenang.
Setelah mengalami pelecehan, (DI) segera berkoordinasi dengan rekan-rekannya dan organisasi jurnalis untuk mendapatkan dukungan hukum. Akhirnya, (DI) menunjuk Jamalludin, S.H & Partner sebagai kuasa hukum untuk mendampingi proses hukum yang berlangsung.
*Pernyataan Resmi Kuasa Hukum
*
Dalam keterangannya kepada awak media pada Selasa, 25 Februari 2025, Jamalludin, S.H mengungkapkan langkah-langkah hukum yang akan diambil untuk mengawal kasus ini hingga tuntas.
“Langkah pertama setelah penandatanganan surat kuasa adalah berkoordinasi dengan pihak kepolisian guna memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan baik dan transparan. Kami akan mengawal jalannya penyelidikan serta memastikan bahwa hak-hak korban tetap dilindungi,” ujar Jamalludin.
Jamalludin juga menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh oknum kepala desa tersebut merupakan tindak pidana pelecehan seksual yang melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Selain itu, terdapat indikasi pelanggaran terhadap kebebasan pers. Karena rekan-rekan korban juga mengalami intimidasi oleh massa yang diduga sengaja didatangkan oleh oknum Kades. Intimidasi ini terjadi saat sejumlah awak media melakukan peliputan saat
terjadi upaya mediasi yang dilakukan pihak Muspika Sukamakmur di rumah salah seorang anggota dewan DPRD Kabupaten Bogor pada hari Sabtu, 15 Februari 2025.
“Kami akan terus memantau perkembangan kasus ini, berkoordinasi dengan penyidik, serta mendorong penegakan hukum yang tegas agar tidak ada lagi kekerasan seksual dan pelanggaran terhadap jurnalis yang menjalankan tugasnya,” tambahnya.
Secara hukum, tindakan yang dilakukan oleh (OT) dapat dikategorikan sebagai tindak pidana kekerasan seksual, yang tidak hanya melanggar norma kesopanan dan kesusilaan tetapi juga bertentangan dengan Undang-Undang TPKS. Selain itu, kasus ini juga menyangkut pelanggaran terhadap kebebasan pers, di mana jurnalis yang bertugas mengalami intimidasi dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
Jamalludin menyoroti pentingnya keabsahan pernyataan yang dibuat oleh korban, terutama jika ada dugaan tekanan atau intimidasi. Dalam konteks hukum, pernyataan yang dibuat dalam keadaan terpaksa atau di bawah tekanan dapat dianggap tidak sah.
“Jika terbukti ada tekanan dalam proses pembuatan pernyataan atau surat pernyataan, maka secara hukum pernyataan tersebut dapat dicabut,” jelasnya.
Tim kuasa hukum berencana untuk terus mengawal proses hukum ini agar ditangani dengan serius oleh aparat penegak hukum. Mereka juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap korban serta memastikan bahwa semua aspek hukum yang relevan diterapkan dalam kasus ini.
Dalam hal ini, kuasa hukum akan berkoordinasi dengan lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) guna memberikan pendampingan dan perlindungan lebih lanjut bagi (DI). Selain itu, upaya advokasi terhadap kebebasan pers juga akan dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa mendatang.
Masyarakat dan berbagai organisasi pers pun turut memberikan dukungan terhadap (DI). Beberapa organisasi jurnalis telah menyuarakan pentingnya perlindungan terhadap wartawan di lapangan, terutama dalam menjalankan tugas investigasi dan peliputan di lingkungan yang berpotensi membahayakan.
Dengan adanya dukungan hukum yang kuat, diharapkan kasus ini dapat menjadi momentum untuk menegakkan keadilan bagi korban serta memberikan efek jera bagi pelaku tindak kekerasan seksual. Selain itu, insiden ini menjadi peringatan akan pentingnya perlindungan terhadap kebebasan pers di Indonesia.
( AM )