Jambi- detik,com.- Puluhan wartawan sudah bersuara meski dalam diam, tapi Kapolda Jambi tetap bungkam. Alih-alih hadir memberi penjelasan, Irjen Pol Krisno H Siregar justru memilih tidak menemui jurnalis yang menunggu di depan kantornya, Rabu (17/9/25).
Aksi ini merupakan protes atas penghalangan kerja jurnalistik yang dialami sejumlah pewarta saat meliput kunjungan kerja Komisi III DPR RI
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam aksinya, jurnalis mengenakan pakaian serba hitam dan menutup mulut dengan lakban. Mereka memilih simbol tersebut sebagai bentuk perlawanan terhadap upaya pembungkaman pers. Tidak ada orasi, pesan hanya disampaikan lewat spanduk dan poster yang mereka bentangkan.
Ada empat tuntutan yang disuarakan, yakni, Polisi yang menghalangi liputan diproses hukum sesuai aturan, Kapolda Jambi meminta maaf terbuka kepada korban dan publik, Wakil Ketua serta rombongan Komisi III DPR RI diminta menyampaikan permintaan maaf, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) diminta memeriksa rombongan Komisi III DPR terkait insiden tersebut.
“Pakaian serba hitam dan mulut yang ditutup lakban adalah simbol matinya demokrasi ketika pers dibungkam. Ini bentuk protes kami,” tegas Hidayat, wartawan Metro Jambi yang menjadi koordinator aksi.
Para jurnalis menegaskan, kerja jurnalistik dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Karena itu, penghalangan liputan tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga dianggap merampas hak publik untuk memperoleh informasi.
Hingga massa membubarkan diri, Kapolda Jambi sama sekali tidak muncul menemui wartawan. Yang tampak di depan massa aksi hanya Kabid Humas Polda Jambi, Kombes Pol Mulia Prianto.