Nasionaldetik.com,– Masyarakat Desa Pantai Mekar, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, menyoroti dugaan penyimpangan anggaran dana desa APBDes dari tahun 2020 hingga 2024. Warga menduga kuat adanya penyelewengan dana hingga miliaran rupiah, yang terkesan hanya menguntungkan oknum tertentu dan merugikan masyarakat luas.
Rilis ini mengkritisi dugaan penyalahgunaan dan ketidaktransparanan dalam pengelolaan anggaran APBDes di Desa Pantai Mekar. Berbagai program, mulai dari Bantuan Langsung Tunai (BLT), bantuan nelayan, hingga pembangunan fisik, diduga tidak berjalan sesuai peruntukannya. Temuan ini mencakup ketidaksesuaian data penerima BLT, proyek fisik fiktif, hingga penyimpangan dana di BUMDes serta kegiatan budidaya ikan dan kepiting.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Laporan ini diajukan oleh kelompok masyarakat Desa Pantai Mekar. Mereka mengatasnamakan diri sebagai PERMADES (Persatuan Masyarakat Desa) dan menjadi pihak yang proaktif dalam mengungkap kasus ini. Pihak yang dilaporkan adalah Pemerintah Desa Pantai Mekar, termasuk kepala desa yang diduga bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut. Pihak lain yang terlibat adalah BPD (Badan Permusyawaratan Desa), yang telah menerima permohonan audiensi dari masyarakat.
Dugaan penyimpangan ini terjadi selama kurun waktu empat tahun anggaran, yaitu dari tahun 2020 hingga 2024. Protes dan perjuangan masyarakat dimulai sejak tahun 2022, dengan mengirimkan surat aduan awal hingga audiensi berturut-turut yang telah dilakukan.
Kasus ini berpusat di Desa Pantai Mekar, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Semua bukti dan kegiatan evaluasi lapangan dilakukan di area desa tersebut.
Laporan ini muncul karena adanya ketidakpuasan dan kekecewaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah desa yang dianggap tidak transparan dan akuntabel. Program-program yang seharusnya menyejahterakan warga, seperti BLT dan bantuan nelayan, justru diduga dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Akibatnya, terjadi kerugian material dan immaterial yang signifikan, termasuk pada organisasi karang taruna, koperasi desa, dan kasus individu seperti sengketa tanah Ibu Yom.
Perjuangan masyarakat dilakukan secara bertahap dan sistematis. Mereka memulai dengan pengumpulan data awal dari platform jaga.id, kemudian mengirimkan surat aduan resmi ke pemerintah desa. Setelah jawaban yang tidak memuaskan, mereka melanjutkan dengan permohonan audiensi ke BPD. Tahapan krusial selanjutnya adalah monitoring dan evaluasi langsung di lapangan, di mana mereka mengumpulkan bukti otentik berupa foto, video, dan daftar hadir yang menunjukkan ketidaksesuaian data. Proses ini menunjukkan bagaimana masyarakat berjuang secara mandiri dan terorganisir untuk menuntut keadilan dan transparansi dari pemerintah desa.
Tim Redaksi Prima