Batanghari- Nasional detik.com. Menyikapi maraknya pemberitaan di media sosial terkait isu internal dan pengadaan internet di Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi, pihak dinas telah mengeluarkan surat klarifikasi resmi. Berikut poin-poin penjelasan yang disampaikan:
1. Koreksi Data Nilai Kontrak dan Bandwidth
Dinas Kominfo membantah narasi yang menyebutkan adanya “bisnis untung besar” atau pembayaran kontrak ICONNET sebesar Rp35 juta per bulan. Berdasarkan dokumen kontrak (lampiran SPK), pada tahun 2021, nilai kontrak dengan ICONNET adalah Rp97 juta per bulan (total Rp1,164 miliar/tahun) untuk bandwidth 300 Mbps, dengan harga per Mbps Rp3,38 juta.
Sementara pada tahun 2022 hingga 2025, Dinas beralih ke penyedia BVS Net dengan nilai kontrak Rp238 juta per bulan (total Rp2,38 miliar untuk 10 bulan) untuk bandwidth 1.000 Mbps, sehingga harga per Mbps lebih efisien, yakni Rp2,38 juta.
2. Alasan Peningkatan Kebutuhan Bandwidth
Kenaikan bandwidth dari 300 Mbps ke 1.000 Mbps didasarkan pada:
Kebutuhan digitalisasi OPD, kecamatan, kelurahan, dan ruang publik.
Tuntutan peningkatan Indeks SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik) dan asesmen Smart City.
Setiap OPD membutuhkan minimal 50–100 Mbps, sehingga 1.000 Mbps dinilai belum sepenuhnya mencukupi.
Dalam surat bantahan diskominfo juga memaparkan jika peningkatan bandwidth berkontribusi pada kenaikan signifikan Indeks SPBE Batanghari:
2021: 2,03 (Cukup)
2022: 3,04 (Baik) → Tertinggi se-Jambi
2023: 3,11 (Baik)
2024: 3,55 (Sangat Baik)
Selain itu, Batanghari lolos sebagai salah satu dari 50 Kabupaten/Kota dalam asesmen Smart City 2023 dan masih mendapat pendampingan dari Kemenkominfo RI.
Dijelaskannya, pemilihan penyedia BVS Net dilakukan melalui e-purchasing sesuai Perpres No. 16/2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Pasal 38). Dinas menegaskan prosesnya transparan dan kompetitif.
Menindaki hal tersebut, Dinas Kominfo dalam surat yang dilayangkan ke Pimpinan Redaksi Media BacaHukum.com mengungkapkan jika pihak nya menyayangkan pemberitaan media (bacahukum.com dan media Patner) yang dianggap tidak melibatkan konfirmasi ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan hanya mengandalkan sumber bawahan. Dinas merujuk pada Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik (Peraturan Dewan Pers No. 6/2008) yang mewajibkan:
Uji informasi secara berimbang.
Pemisahan fakta dan opini.
Asas praduga tak bersalah.
Sebaliknya, media membantah tuduhan pelanggaran dengan alasan pemberitaan mereka sebagai bentuk kritik, kontrol sosial, dan upaya keterbukaan informasi Publik, serta telah melakukan konfirmasi ke pihak PPTK hingga Sekretaris Dinas (Sekdis).
Sebagai Pimpinan Redaksi Baca hukum.com, Prisal Herpani, S.H, menegaskan dalam surat pembantahan/ permintaan Hak Jawab, dinas hanya melampirkan SPK tahun 2021 (No. 524/01/SPK/Diskominfo/2021) dalam klarifikasi, sementara media meminta dokumen tahun 2022, 2023 dan 2024 hingga tahun 2025 saat ini, namun sangat disayangkan Dinas belum memberikan respons lebih lanjut terkait hal ini.
” Dalam surat klarifikasinya, Diskominfo hanya melampirkan SPK tahun 2021, sementara pertanyaan utama media dalam rilisan berita ” Proyek Internet BVS Batanghari Pemborosan RP 6 Miliar dan Pengakuan Mencurigakan Pejabat“, berkaitan dengan kontrak tahun 2022, sampai 2024 Transparansi harusnya mencakup; Detail pembelian bandwidth 1.000 Mbps (nilai per Mbps, masa kontrak, dan evaluasi teknis), Dokumen e-purchasing sebagai bukti proses seleksi sesuai Perpres 16/2018 bahkan tanpa kejelasan ini, klaim “harga lebih efisien” sulit diverifikasi publik, ” Tegas Prisal.
Lanjut Prisal mengatakan, jika Diskominfo merasa belum cukup dilibatkan, seharusnya mereka proaktif memberikan data tambahan, bukan justru menuduh media melanggar etik karena ada pertanyaan kritis yang terjawab diantaranya:
Bagaimana penjelasan soal masa percobaan Januari-Februari 2022 yang tidak dibayar?
Mengapa kenaikan bandwidth 300% (dari 300 Mbps ke 1.000 Mbps) tidak disertai analisis kebutuhan yang dipublikasikan?
Apakah ada evaluasi independen terhadap kinerja BVS Net sebelum kontrak 2022?
” Silahkan beri hak jawab, tapi kami menolak stigmatisasi bahwa pemberitaan ini “keliru” atau “tidak berimbang”. Justru, sikap defensif Diskominfo tanpa membuka dokumen lengkap menguatkan urgensi pengawasan publik. Dan Kami mendorong Ombudsman dan BPKP untuk meninjau ulang proses pengadaan ini,” pungkas Pimpinan Redaksi.
” Jika Diskominfo memang komitmen kepada media terhadap Keterbukaan Informasi, maka kami siap untuk Melanjutkan investigasi untuk mengungkap praktik pengadaan yang akuntabel, Memperbaiki pemberitaan jika ada kesalahan fakta setelah diberikan bukti lengkap dan Mempublikasikan hak jawab Diskominfo secara utuh,” tutupnya.