Nasionaldetik.com Sintang, Kalbar –
Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) kembali mencuat di bantaran Sungai Kapuas, tepatnya di wilayah Sungai Ana, Kecamatan Sintang, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Praktik tambang emas ilegal ini terpantau langsung oleh tim Ivestigasi awak media pada Rabu (16/04/2025) dengan intensitas kegiatan yang menunjukkan keberlangsungan sistematis, terorganisir, dan terindikasi terlindungi.
PETI di kawasan ini bukan sekadar aktivitas liar biasa. Selain merusak lingkungan secara masif, PETI di Sungai Ana juga mengancam sumber air bersih yang selama ini menjadi penopang kehidupan masyarakat. “Air sungai yang dulunya jernih, sekarang keruh, bau, dan berbahaya. Limbah dari tambang emas itu masuk langsung ke aliran sungai,” ujar salah seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebelum berita ini diterbitkan tim liputan Ivestigasi gabungan awak media mencoba mengkonfirmasi pihak pihak terkait pada 18 April 2025 , “Namun sangat disayangkan tidak dapat dikonfirmasi,” Kondisi ini mendorong keresahan dan kecurigaan publik terhadap kinerja aparat penegak hukum. Pertanyaan besar pun muncul: mengapa kegiatan ilegal ini seolah-olah dibiarkan? “Kami menduga ada pembiaran. Atau jangan-jangan memang dilindungi oleh oknum? Ini yang perlu diusut,” tegas salah satu aktivis lingkungan lokal
Sumber-sumber masyarakat yang dihimpun secara terpisah mengungkap dugaan bahwa praktik PETI di wilayah tersebut melibatkan cukong-cukong yang membeli emas dari hasil tambang ilegal. Mereka diduga memiliki jejaring kuat yang bahkan menjangkau oknum aparat penegak hukum (APH), baik sipil maupun militer. Keterlibatan aktor-aktor ini memperkuat asumsi bahwa aktivitas PETI telah masuk ke dalam skema ekonomi ilegal yang terstruktur.
Kegiatan tambang emas tanpa izin jelas melanggar berbagai ketentuan hukum nasional, termasuk Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu, kerugian negara dari sisi perpajakan juga signifikan, sebab tidak ada penerimaan resmi dari aktivitas jual beli emas ilegal yang berlangsung secara diam-diam.
Kapolda Kalimantan Barat, Irjen. Pol. Pipit Rismanto, S.I.K., M.H., dalam berbagai kesempatan sebelumnya menegaskan bahwa pemberantasan PETI merupakan prioritas nasional. “Penegakan hukum terhadap PETI dan illegal logging adalah perintah langsung Presiden. Ini prioritas kita,” ujarnya. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum terlihat upaya konkret dan masif yang menunjukkan penindakan nyata di lapangan, khususnya di kawasan Sintang.
Minimnya tindakan hukum di lapangan telah memunculkan persepsi publik tentang adanya ketimpangan dalam penegakan hukum, serta membuka ruang spekulasi terhadap keberpihakan aparat. Bila dibiarkan, PETI tidak hanya akan menghancurkan lingkungan dan kesehatan masyarakat, namun juga memperkuat ekosistem korupsi yang merugikan negara secara jangka panjang.
Masyarakat Sintang mendesak pemerintah pusat, Kementerian ESDM, aparat kepolisian, serta lembaga penegak hukum lainnya untuk segera turun tangan. Penanganan harus dilakukan secara menyeluruh, dari para pelaku lapangan hingga pihak-pihak yang menikmati keuntungan dari sistem ilegal ini. Penegakan hukum yang adil dan transparan sangat dibutuhkan untuk mengembalikan kepercayaan publik dan menjaga keberlanjutan lingkungan di Kalimantan Barat.
Publik juga menyayangkan setiap tindakan aparat penegak hukum APH selalu yang di tangkap maupun di amankan malah masyarakat kecil bukan para cukong, beking, dan pelaku utamanya, ini menunjukan hukum masih sangat rentan menindas masyarakat kecil.
Penulis : Tim Redaksi