Jombang, Nasionaldetik.com – MFHS alias Mondi (21), warga Desa Kebontemu, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang tak berkutik usai diringkus Unit PPA Satreskrim Polres Jombang lantaran terbukti menjual 2 gadis di bawah umur menjadi budak prostitusi.
2 Gadis tersebut yakni, TA (14) dan LL (16), keduanya warga Kediri yang dijual melalui pemesanan secara online dengan lokasi di kamar kos Desa Tunggorono, Kecamatan Jombang.
Kapolres Jombang AKBP Eko Bagus Riyadi melalui Kasatreskrim Polres Jombang, AKP Aldo Febrianto, mengungkapkan bahwa penangkapan pelaku berawal dari laporan warga sekitar TKP yang mengetahui adanya tindak penyekapan dan penjualan gadis di bawah umur untuk melayani lelaki hidung belang, pada Minggu (11/6/2023) sekira pukul 19:00 WIB.
“Kami dapat informasi dari masyarakat, selanjutnya dilakukan penyelidikan dan mendapati 1 pelaku, 2 korban diperjualbelikan prostistusi di media sosial Face Book. Kedua korban dijual oleh pelaku dengan harga Rp 250 ribu hingga Rp 350 ribu untuk durasi waktu 1 jam,” ujarnya saat konferensi pers, Selasa (13/6/2023) sore.
Ia menyebut, modus pelaku untuk merekrut korbannya dengan cara iming-iming mendapatkan pekerjaan secara layak dengan gaji tinggi. “Awalnya korban ini di iming-iming pekerjaan layak dengan gaji tinggi oleh pelaku. Setelah korban mau, malah dijadikan PSK oleh tersangka Mondi,” tuturnya.
Selain menipu kedua korban dengan memberikan pekerjaan layak, lanjut AKP Aldo, mereka juga tidak diberikan gaji selama 1,5 bulan dijadikan sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) dan tersangka MFHS alias Mondi berupaya untuk melarikan diri.
“Pengakuan korban mereka tidak pernah menerima upah, hanya diberikan makan saja. Dan sudah terjadi transaksi sebanyak 15 kali,” ucapnya.
Adapun barang bukti yang berhasil diamankan polisi dari pelaku yakni uang diduga hasil transaksi Rp. 350.000, handphone, kasur busa, serta bukti percakapan via WhatsApp dan Messenger Facebook.
“ Pelaku dijerat dengan pasal berlapis yakni, Pasal 88 UURI No.17 Tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No.1 tahun 2016 jo Pasal 76I UURI No.35 Tahun 2014 perubahan atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun penjara dan atau denda paling banyak RP 200 juta dan atau Pasal 45 ayat (1) junto pasal 27 ayat 1 UU no 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU no 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 1. Milliar,” pungkas AKP Aldo. (Edi/Red)