Nasionaldetik.com,— 4 Oktober 2025 Mantan Lurah Pasar Atas, Fahmi, S.Pd., M.M., diduga terlibat dalam “cawe-cawe” (campur tangan) dalam proyek swakelola di kelurahan tersebut. Informasi yang beredar menyebutkan adanya dua nama: Heru dan Mulyadi. Penunjukan Heru disebut-sebut terkait dengan adanya hutang pinjaman, sementara dengan Mulyadi diduga terlibat karena hutang budi.
Anggie Yuwana, S.STP., mantan Camat Bangko, via telepon tanggal 1 Oktober pukul 15.05 WIB, menegaskan bahwa ia belum menandatangani kontrak swakelola Kelurahan Pasar Atas sebelum pindah tugas. “Sebelum saya pindah tugas, belum ada saya tanda tangan kontrak swakelola Pasar Atas. Ketuk palu sudah, DPA sudah, tapi belum dicetak, ya saya anggap tidak sah. Yang jelas, saya belum tanda tangan DPA,” tegas Anggie.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada tanggal yang sama, sebelum konfirmasi dengan Anggie, dari sumber internal menyebutkan bahwa Fahmi masih memiliki hutang pinjaman dengan Heru. Namun, sumber tersebut tidak merinci besaran jumlah hutang tersebut. Sumber lain menambahkan, “Dengan Mulyadi, Fahmi terkait dengan hutang budi.”
Hingga berita ini diturunkan, media Nasionaldetik.com masih berupaya melakukan konfirmasi resmi kepada Fahmi untuk mendapatkan klarifikasi lebih lanjut. Namun, upaya tersebut menemui kendala karena nomor telepon Fahmi yang lama dikabarkan sudah tidak aktif lagi. Hal ini mempersulit upaya mencari tahu siapa sebenarnya Heru dan Mulyadi yang disebut-sebut dalam informasi tersebut.
Menanggapi isu ini, Rama Sanjaya dari LSM Sapurata mengingatkan Lurah Pasar Atas yang baru, Mulyati, S.Sos., agar berhati-hati dalam menjalankan tugasnya. “Jangan sampai orang yang makan nasi, justru Ibu Lurah yang mencuci piringnya,” ujar Rama.
Rama juga menegaskan bahwa masalah hutang piutang antara Fahmi dan Heru adalah urusan pribadi Fahmi dan tidak seharusnya dikaitkan dengan proyek swakelola kelurahan. “Berani berhutang, berani membayar,” tegas Rama.
Terkait dengan dugaan hutang budi antara Fahmi dan Mulyadi, Rama mempertanyakan logika di baliknya. Menurutnya, dalam konteks proyek swakelola, seharusnya Mulyadi yang berhutang budi kepada Fahmi, bukan sebaliknya. “Mana ada hutang budi? Logikanya di mana Fahmi bisa berhutang budi dengan Mulyadi jika konteksnya terkait proyek swakelola? Justru Mulyadi lah yang berhutang budi sama Fahmi,” jelas Rama.
Dalam kasus ini, Rama menilai bahwa baik pinjaman uang maupun “hutang budi” keduanya memiliki kesamaan dalam konteks proyek. “11/12 lah,” pungkas Rama.
Reporter: Gondo Irawan.