Nasionaldetik.com,— 3 Oktober 2025 Puluhan penjahit lokal mendatangi kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Muara Enim dengan wajah penuh kecewa. Mereka menuntut janji kampanye Bupati yang hingga kini tak lebih dari lip service politik yang tak pernah diwujudkan.
Pada masa kampanye, Bupati dengan lantang menjanjikan program pemberdayaan UMKM, khususnya sektor penjahit lokal. Ia berkomitmen agar proyek pengadaan seragam sekolah di Kabupaten Muara Enim dikerjakan oleh putra daerah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha kecil.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Janji itu sempat menjadi harapan baru bagi para penjahit. Mereka yakin akan mendapat kesempatan besar untuk bangkit dan berkembang. Namun, kenyataan berkata lain. Begitu kursi kekuasaan berhasil diraih, janji tinggal janji.
“Janji manis memperkaya penjahit lokal, tapi hasilnya kami hanya dapat jatah kecil—tak lebih dari sepuluh ribu potong. Itu pun tidak merata. Kami dipermainkan!” tegas salah seorang pengusaha penjahit dengan nada geram di depan kantor dinas.
Kekecewaan semakin dalam ketika mereka menduga adanya permainan kotor di balik proyek pengadaan. Banyak paket pekerjaan yang justru diduga diberikan kepada pihak luar daerah, sementara penjahit lokal hanya kebagian sisa yang tak seberapa.
“Kalau kapasitas, kami jelas mampu. Mesin ada, tenaga kerja ada. Tapi kalau dinas lebih memilih vendor luar, jelas ini bukan soal kemampuan, tapi soal keberpihakan. Kami dipinggirkan di tanah sendiri,” tambah seorang penjahit lainnya.
Bagi para penjahit, pengkhianatan janji kampanye ini bukan sekadar soal bisnis, tetapi juga martabat. Mereka merasa hanya dijadikan komoditas politik lima tahunan. Saat butuh suara rakyat, janji manis diumbar. Setelah berkuasa, rakyat ditinggalkan.
“Kami bukan minta belas kasihan. Yang kami tuntut adalah janji yang pernah diucapkan di depan umum. Kalau memang tidak bisa menepati, jangan berani mengumbar janji. Kami muak dengan politik yang cuma bisa menjual omongan,” seru seorang penjahit dengan nada keras.
Aksi protes ini lahir dari situasi nyata di lapangan. Banyak penjahit lokal yang kini merugi karena kehilangan peluang besar dari proyek seragam sekolah. Omzet usaha menurun, banyak pekerja terpaksa dirumahkan, bahkan ada yang menutup usaha karena tak sanggup bersaing dengan vendor luar yang diberi jalan mulus oleh pemerintah.
Padahal, sektor UMKM terbukti menjadi penopang utama perekonomian daerah. Jika penjahit lokal diberi kesempatan, bukan hanya pemilik usaha yang diuntungkan, tetapi juga para pekerja, keluarga mereka, dan masyarakat sekitar.
Tak hanya soal moral politik, para penjahit menilai apa yang dilakukan pemerintah daerah juga bertentangan dengan regulasi. Dalam UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM, pemerintah daerah berkewajiban melindungi, memberdayakan, dan memberikan akses pasar bagi pelaku usaha kecil. Fakta di Muara Enim justru sebaliknya: janji diabaikan, aturan dilanggar, rakyat dikorbankan.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Muara Enim masih bungkam. Tidak ada klarifikasi maupun jawaban resmi terkait protes keras para penjahit. Sikap diam ini semakin menambah kecurigaan publik bahwa ada sesuatu yang ditutup-tutupi.
Aksi protes penjahit lokal ini bukan sekadar bentuk kekecewaan, tetapi juga peringatan keras bagi penguasa daerah. Rakyat mulai muak dengan janji kosong. Bila pemerintah daerah terus abai, bukan tidak mungkin gelombang protes akan semakin meluas dan menggerus kepercayaan masyarakat pada kepemimpinan Bupati.
Tim Redaksi Edi uban