Nasionaldetik.com,-– 03 Oktober 2025 Hasil pemeriksaan mendalam terhadap laporan keuangan tahun 2022 mengungkap adanya praktik penyimpangan serius dan dugaan korupsi dalam pengelolaan Belanja Perjalanan Dinas di lingkungan Sekretariat DPRD.
Total pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas pada dua SKPD ditemukan tidak sesuai kondisi sebenarnya hingga mencapai Rp2.188.884.748,00, dengan porsi terbesar, yakni Rp1.869.867.385,00, berasal dari Sekretariat DPRD.
Temuan ini menunjukkan lemahnya pengawasan internal dan potensi kerugian negara yang signifikan akibat praktik mark-up kuitansi penginapan dan pembayaran lumpsum BBM yang tidak akuntabel.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Terjadi ketidaksesuaian pertanggungjawaban Belanja Perjalanan Dinas sebesar Rp1.869.867.385,00 pada Sekretariat DPRD. Penyimpangan ini mencakup dua kategori utama:
Kelebihan Pembayaran Biaya Penginapan (Rp343.132.085,00): Ditemukan adanya pemalsuan dan pengubahan nilai kuitansi penginapan, serta klaim penginapan fiktif (petugas dinyatakan tidak menginap oleh pihak hotel).
Pembayaran Penggantian BBM Lumpsum (Rp1.526.735.300,00): Penggantian biaya BBM kepada Anggota DPRD dibayarkan secara lumpsum tanpa bukti riil dan tanpa dasar perhitungan yang memadai, melanggar prinsip akuntabilitas biaya riil sesuai Permendagri Nomor 27 Tahun 2021.
Penyimpangan terjadi pada Sekretariat DPRD (beserta satu SKPD lainnya yang tidak disebutkan rinciannya dalam dokumen), mencakup anggaran perjalanan dinas dalam dan luar daerah di lingkungan Pemerintah Kota Prabumulih (berdasarkan rujukan Peraturan Wali Kota).
Penyimpangan terjadi pada Tahun Anggaran 2022, di mana realisasi Belanja Perjalanan Dinas Sekretariat DPRD mencapai Rp18.793.459.715,00. Bukti-bukti pertanggungjawaban yang tidak sesuai dikumpulkan sepanjang tahun tersebut.
Pelaksana Perjalanan Dinas: Terdiri dari Pimpinan, Anggota DPRD, dan pegawai Sekretariat DPRD yang melakukan klaim fiktif atau mengubah nilai kuitansi.
Bendahara Pengeluaran: Pihak yang menerima dan memproses bukti pertanggungjawaban yang cacat.
Penyusun Regulasi: Pihak yang menetapkan Peraturan Wali Kota Nomor 57 Tahun 2022 yang menjadi dasar pembayaran BBM secara lumpsum tanpa dasar perhitungan yang jelas.
Penyimpangan ini terjadi karena lemahnya integritas pejabat publik dan celah regulasi yang dimanfaatkan:
Motif Keuntungan Pribadi: Pelaksana perjalanan dinas diduga dengan sengaja menggelembungkan biaya (mark-up) penginapan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Kelemahan Regulasi Daerah: Regulasi daerah (Perwako) yang mengatur penggantian BBM secara lumpsum bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi (Permendagri), menciptakan peluang bagi Anggota DPRD untuk menerima uang tanpa melampirkan bukti pembelian riil.
Meskipun pelaksana perjalanan dinas menyatakan bersedia mengembalikan kelebihan pembayaran penginapan, proses ini baru menyentuh aspek pengembalian kerugian saja.
Tuntutan Kritis: Pemerintah Daerah wajib melakukan audit investigatif lebih lanjut dan memberikan sanksi disiplin keras kepada oknum yang terlibat dalam pemalsuan kuitansi. Khusus untuk pembayaran BBM lumpsum, Peraturan Wali Kota yang bermasalah harus segera direvisi untuk memastikan setiap rupiah APBD dipertanggungjawabkan sesuai biaya riil, sejalan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas keuangan negara.
Apakah Kejaksaan atau Kepolisian akan menindaklanjuti temuan yang berpotensi pidana korupsi ini?
Tim Redaksi Edi uban