Nasionaldetik.com Pesawaran Lampung — Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan Presiden terpilih Prabowo Subianto, sejatinya merupakan inisiatif mulia untuk kesejahteraan masyarakat.
Namun, pelaksanaannya di lapangan, khususnya di daerah, mulai diselimuti aroma tak sedap.
Dugaan penyimpangan mencuat, menggerus semangat transparansi dan akuntabilitas program unggulan pemerintah ini.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Indikasi masalah ini terkuak di dapur MBG yang berlokasi di Jalan Baru RT 02/ RW 02 Desa Kurungan Nyawa, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran.
Alih-alih memberdayakan masyarakat dan UMKM lokal, dapur ini justru diduga menjadi ajang monopoli dan bisnis segelintir oknum.
Dugaan kuat mengarah pada petugas SPPI dan ahli gizi di dapur tersebut, yang diduga sengaja memonopoli kebutuhan bahan baku MBG.
Praktik ini secara langsung menutup akses bagi petani dan pelaku UMKM lokal di Pesawaran untuk menyuplai komoditas mereka.
Dalih yang digunakan sangat meresahkan : kebutuhan bahan baku disebut sudah “dikondisikan” melalui salah satu koperasi di Bandar Lampung.
Kebijakan sepihak ini sontak memicu kecemburuan sosial dan keresahan di kalangan pedagang, UMKM, dan supplier di lingkungan sekitar.
Keganjilan ini mendorong sejumlah wartawan untuk melakukan konfirmasi langsung ke lokasi pada hari Rabu, 1 Oktober 2025.
Target konfirmasi adalah Ibu Leti, petugas SPPI yang bertugas sebagai pendamping dan pengawas dapur MBG tersebut.
Ironisnya, upaya konfirmasi tersebut berujung pada sikap tertutup dan bungkam dari pihak terduga.
Alih-alih memberikan klarifikasi yang transparan, Ibu Leti terkesan menutup-nutupi informasi terkait dugaan monopoli dan penyimpangan yang terjadi.
Puncak dari upaya penghalangan kerja jurnalistik terjadi ketika hasil rekaman wawancara wartawan diminta untuk dihapus.
Permintaan ini disampaikan dengan nada tinggi, menunjukkan resistensi keras terhadap upaya pengungkapan fakta.”Hapus rekaman itu”, Bang.
Gak ada izin untuk merekam kecuali ada surat tugas dari Badan Gizi Nasional (BGN) Pusat,” ujar Leti dengan nada tinggi, seraya mengklaim bahwa pengawasan dapur hanya menjadi wewenang Kejaksaan dan BPOM.
Tindakan pemaksaan penghapusan rekaman ini jelas merupakan penghalangan kerja jurnalistik, sebuah praktik yang melanggar Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang menjamin hak wartawan untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Padahal, Badan Gizi Nasional (BGN) melalui pemerintah pusat sendiri telah menegaskan bahwa masyarakat dan pers diizinkan bahkan perlu mengawasi program Makan Bergizi Gratis.
Pengawasan ini adalah hak dan kewajiban warga negara untuk memastikan program berjalan baik, dan merupakan tanggung jawab pers untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas pemerintah.
Sikap tertutup petugas dan dugaan monopoli bahan baku ini menimbulkan pertanyaan besar : apa yang sebenarnya disembunyikan di dapur MBG Pesawaran? Aparat penegak hukum dan Badan Gizi Nasional Pusat harus segera turun tangan untuk mengaudit dan mengusut tuntas dugaan penyimpangan ini demi menjaga integritas program Presiden terpilih.
Tuntutan Transparansi : Peristiwa ini menjadi sorotan tajam, menegaskan bahwa program sehebat apapun akan rapuh jika pelaksanaannya diwarnai intrik bisnis dan ketertutupan informasi.
Transparansi harus menjadi harga mati, dan hak pers untuk meliput adalah pilar penting dalam mewujudkan tata kelola program yang bersih dan bertanggung jawab.
Red/tim.