Nasionaldetik.com, – Diori Parulian Ambarita atau akrab disapa Ambar (41), wartawan yang menjadi korban pengeroyokan di Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, resmi melaporkan peristiwa yang menimpanya ke Polda Metro Jaya, Sabtu malam (27/9/2025).
Ambarita datang bersama perwakilan organisasi wartawan dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Laporan tersebut teregister dengan Nomor: LP/B/6885/IX/SPKT/POLDA METRO JAYA. Para pelaku pengeroyokan dijerat dengan Pasal 170 KUHP dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Peristiwa pengeroyokan yang disertai perampasan alat kerja jurnalis itu dinilai memiliki implikasi hukum serius. Berdasarkan KUHP, sejumlah pasal dapat dikenakan terhadap para pelaku, antara lain: Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman 5 tahun penjara, Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dengan ancaman 7 tahun penjara, serta Pasal 365 KUHP tentang perampasan dengan kekerasan dengan ancaman 9 tahun penjara.
Kasus ini juga berkaitan dengan perlindungan pers sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999. Pasal 8 menyebutkan, “Dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum.” Artinya, segala bentuk intimidasi, kekerasan, atau perampasan alat kerja jurnalis merupakan pelanggaran terhadap kemerdekaan pers.
Pakar hukum pers menegaskan, tindakan yang menghalangi kerja jurnalistik dapat dijerat Pasal 18 ayat (1) UU Pers. Pasal ini mengatur ancaman pidana penjara maksimal 2 tahun atau denda hingga Rp500 juta bagi siapa pun yang sengaja menghalangi kerja wartawan. Dengan demikian, kasus Ambarita tidak hanya dapat diproses melalui KUHP, tetapi juga UU Pers sebagai lex specialis.
Saat ini, Ambarita masih menjalani perawatan di RSUD Cibitung akibat luka di bagian mata serta sejumlah bagian tubuh lainnya.
Haris Pranatha