Labura, Nasionaldetik.com
Publik Labuhanbatu Utara (Labura) dikejutkan oleh pernyataan sejumlah pejabat daerah yang mengklaim bahwa pengembalian kerugian negara dapat menghapus temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tidak hanya Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), sejumlah pejabat lain juga menyampaikan pandangan serupa. Bahkan, ada indikasi upaya menutupi temuan agar tidak tercatat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK.
Hal itu mencuat ketika tim media mengonfirmasi temuan BPK di Dinas Pendidikan Labura. Kepala Bidang Pendidikan Dasar, Fauziah, menyebut bahwa masalah sudah dianggap selesai. Kamis (11/9/2025)
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sudah aman itu, Dek. Sudah pengembalian. Kalau tidak, dimarahi Bupati, lah. Pas datang itu BPK sudah selesai. Jika tidak dibalikkan, mana WTP kita?” ujarnya.
Pernyataan senada datang dari Indra Paria, Inspektur Inspektorat Labura yang juga APIP. Ia menegaskan:
“Kalau saat pemeriksaan itu dikembalikan, maka tidak menjadi temuan BPK.”
Sementara di kesempatan berbeda, salah seorang kepala Dinas inisial L mengaku berupaya keras agar temuan tidak muncul dalam laporan resmi BPK.
“Pada saat BPK bilang ada temuan, ya kami berusaha bagaimana cara menutupi itu biar tidak menjadi temuan BPK,” ungkapnya.
Pernyataan-pernyataan tersebut dinilai kontradiktif dengan agenda pemerintah pusat dalam pemberantasan korupsi. Presiden Prabowo Subianto, dalam pidatonya.
Ia menegaskan bahwa negara tidak akan tinggal diam menghadapi pelanggaran yang merugikan rakyat. Namun, pernyataan pejabat daerah justru menunjukkan seolah ada pemahaman keliru terhadap aturan hukum.
Menurut UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pengembalian kerugian negara tidak menghapus tindak pidana. Meski bisa menjadi pertimbangan hakim untuk meringankan hukuman, tindakan korupsi tetaplah delik pidana.
Aktivis AMPD, Gunawan Situmorang, menilai pernyataan pejabat tersebut berbahaya bagi akuntabilitas negara.
“Jika karena adanya pengembalian kerugian negara maka BPK tidak menuliskan temuan, berarti secara logika BPK melindungi pejabat dari tindakan busuk yang merugikan keuangan negara,” katanya dengan tegas.
“KPK saja berupaya memberantas korupsi, sementara BPK justru terkesan melindungi pejabat dengan tidak menuliskan temuan mereka jika ada pengembalian,” tambahnya.
Ia berencana menyurati BPK secara resmi serta menggelar aksi di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), agar persoalan ini sampai ke Presiden.
Pemerhati publik, Bambang Priliadianto SPd, juga menyampaikan keprihatinan.
“Bagaimana bisa temuan itu hilang saat pelaku melakukan pengembalian? Apa langkah BPK dalam monitoring? Kalau tidak ada efek jera, bubarkan saja BPK itu, tidak membantu negara dalam memberantas korupsi,” ujarnya sinis.
Dugaan adanya pola kerja sama antara oknum pejabat daerah dengan oknum auditor dalam mengaburkan temuan audit berpotensi mencederai kepercayaan publik terhadap sistem pengawasan keuangan negara.
Jika dibiarkan, praktik seperti ini bukan hanya melemahkan posisi BPK sebagai lembaga negara yang independen, tetapi juga dapat menghambat agenda nasional reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi.
(Tim)