Nasionaldetik.com,— Kasus ini adalah skandal penyelewengan dan keterlambatan penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Terdapat dua temuan utama dari BPK: penyalahgunaan dana sebesar Rp184.300.000 untuk kepentingan pribadi kepala desa dan keterlambatan penyaluran di 16 desa.
Pihak-pihak yang terlibat adalah 16 kepala desa yang lalai, dengan lima di antaranya (Pulau Kabal, Lorok, Segayam, Maju Jaya, dan Kandis II) secara spesifik dituduh menyelewengkan dana. Kepala Desa Harimau Tandang dan Tebing Gerinting Utara juga disorot karena keterlambatan, sementara Kepala Desa Sungai Rotan diberi teguran. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah pihak yang mengungkap temuan ini, dan Bupati Ogan Ilir diberi rekomendasi untuk menindaklanjuti.
Skandal ini terjadi di berbagai desa di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Temuan ini terkait dengan penyaluran BLT Desa tahap III yang seharusnya sudah tuntas. BPK memberikan batas waktu 60 hari kepada Bupati untuk memerintahkan para kepala desa yang bermasalah agar segera menyalurkan dana yang tersisa.
Penyebab utama dari skandal ini adalah dugaan korupsi dan ketidakpatuhan para kepala desa terhadap peraturan pengelolaan dana desa. Alih-alih menyalurkan dana bantuan untuk masyarakat miskin, sebagian oknum kepala desa justru menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi. Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan rendahnya integritas para pejabat desa, yang berani mengorbankan hak-hak warga miskin demi keuntungan pribadi.
BPK mengungkap kasus ini melalui proses audit. Namun, rilis ini hanya menyebutkan rekomendasi BPK kepada Bupati, tanpa detail mengenai sanksi hukum yang akan diberikan. Pertanyaan kritisnya adalah, apakah rekomendasi ini cukup? Masyarakat menuntut agar ada tindakan hukum yang tegas, seperti penangkapan dan proses hukum, bukan hanya surat perintah dari Bupati. Jika tidak, skandal ini bisa jadi hanya berakhir sebagai catatan administratif tanpa ada konsekuensi pidana yang membuat para pelaku jera.
Tim Redaksi Prima