Deli Tua,Deli Serdang Nasionaldetik.com
13 AGUSTUS 2025. Satu lagi potret buram wajah penegakan hukum di Indonesia kembali terpampang. Kali ini aroma busuk itu tercium dari Polsek Deli Tua, Sumatera Utara. Seorang penyidik diduga dengan entengnya, meminta empat BPKB dan uang Rp50 juta sebagai “Jaminan” pembebasan terhadap empat warga yang ditangkap tanpa surat penangkapan.
Jika tuduhan ini benar, maka kita tidak sedang membicarakan pelanggaran prosedur biasa. Ini adalah dugaan pemerasan terang-terangan oleh aparat penegak hukum. Lebih tepatnya, perampokan berseragam.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ke empat warga yang di tangkap RS, SN, AA, dan EI di tangani dengan cara yang mencederai seluruh prinsip due process of law. Mereka di bawa ke Mapolsek Deli tua, Sabtu, 2 Agustus 2025 tanpa satu pun surat penangkapan, lalu di tahan selama 28 jam. Melebihi batas maksimal 1×24 jam untuk pemeriksaan awal tanpa status tersangka.
Mereka baru di bebaskan setelah menurut pengakuan, “Menyerahkan” empat BPKB sepeda motor dan di minta penyidik membayar Rp.50 juta.
Menurut penuturan korban SN, penyidik berinisial Yopi terang-terangan menyodorkan angka dan syarat: BPKB dan uang. Bukan berdasarkan hasil penyelidikan, bukan berdasarkan bukti, tapi berdasarkan “Kesepakatan”.
“Ke empat BPKB sepeda motor kami di tahan penyidik sebagai jaminan ,setelah kami menyerahkan uang 50 juta,BPKB itu baru di kembalikan, kami pun di haruskan wajib lapor setiap hari Selasa dan hari Kamis datang ke Polsek”, cetus salah satu dari mereka.
Lebih ironis, pelaku utama kasus pencurian yang menjadi akar perkara hingga kini belum di tangkap. Justru warga yang membeli barang (buku) secara sah dan tanpa pengetahuan soal asal-usulnya, di jadikan sasaran utama penyidik. Sementara aktor intelektual dan pelaku utama di biarkan bebas.
Salah tangkap, salah prosedur, salah niat. Hukum kita benar-benar di koyak dari dalam.
Tak cukup sampai di situ. Saat awak media mencoba konfirmasi, Kanit Reskrim Deli tua Iptu Junaidi justru menolak menjawab panggilan. Sebuah sikap yang bukan saja tidak profesional, tapi mencerminkan arogansi kekuasaan kecil yang merasa tak tersentuh.
Dalam situasi seperti ini, publik berhak menuntut penjelasan terbuka dari Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan. Sebab diam di tengah isu seperti ini bukan netral diam adalah ke berpihakan terhadap pelanggaran.
Jika tidak ada langkah cepat, maka Polri bukan hanya kehilangan wibawa. Ia kehilangan kepercayaan. Dan kepercayaan publik yang hilang bukan sekadar soal reputasi tapi soal eksistensi lembaga penegak hukum itu sendiri.
1. Audit investigatif menyeluruh terhadap penyidik Polsek Deli Tua, terutama oknum berinisial Yopi.
2. Proses hukum terbuka, bukan hanya etik internal. Jika terbukti bersalah, copot dan bawa ke meja hijau.
3. Penangkapan pelaku utama kasus pencurian yang menjadi akar perkara.
4. Klarifikasi resmi dari Kapolrestabes Medan, untuk menjawab kegelisahan publik secara transparan.
Polri bukan institusi yang di bentuk untuk menyakiti warga. Tapi jika ada oknum yang menjadikan seragam sebagai alat menindas, maka institusi wajib membersihkan dirinya.
Hukum adalah panglima. Tapi jika panglima itu sendiri ikut menjarah, lalu di mana lagi rakyat bisa mencari keadilan?
Dan jika media pun bungkam, maka siapa yang akan menyuarakan keluh kesah rakyat.
=Bersambung..
(Tim.)