Aceh Timur — Sebuah ironi demokrasi tengah berlangsung di Aceh Timur. Para petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS), ujung tombak penyelenggara Pilkada, kini terjebak dalam ketidakpastian dan pengabaian. Gaji yang menjadi hak dasar mereka sejak tahapan pemilihan digelar belum juga dibayarkan hingga kini. Sementara Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Timur yang seharusnya bertanggung jawab, justru bungkam seribu bahasa.
Aroma pengkhianatan terhadap keadilan dan etika pelayanan publik itu memuncak pada Jumat, sembilan belas Juli dua ribu dua puluh lima. Ketua Koordinator PPS Aceh Timur, Sultan Ayatullah, bersama sejumlah perwakilan PPS lainnya akhirnya melaporkan dugaan pelanggaran hak konstitusional tersebut ke Komnas HAM Perwakilan Aceh. Mereka tak lagi bisa menahan amarah. Gaji yang sudah dijanjikan dalam mekanisme Pilkada justru digantung tanpa kepastian oleh institusi yang seharusnya menjaga integritas demokrasi di daerah.
“Habis manis, sepah dibuang. Itulah nasib kami setelah bekerja untuk Pilkada,” ujar Sultan Ayatullah dengan nada getir, Rabu, dua puluh tiga Juli dua ribu dua puluh lima. Ia menyampaikan bahwa diskusi, mediasi, hingga komunikasi intensif sudah dilakukan dengan KIP Aceh Timur, namun hasilnya nihil. Yang diterima hanya janji kosong dan alasan klise: anggaran belum cukup.
Sultan curiga, dalih kekurangan anggaran itu hanyalah tameng yang menyembunyikan persoalan yang jauh lebih busuk. Ia mencium aroma kuat dugaan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam pengelolaan dana Pilkada. “Kami menduga ini bukan semata soal dana kurang, tapi ada praktik KKN dalam tubuh KIP Aceh Timur,” ujarnya tegas.
Pernyataan KIP yang menyebutkan anggaran belum tersedia, menurut Sultan, adalah penghinaan terhadap nalar publik. “Kalau tidak ada anggaran, bagaimana proses bisa berjalan? Kami bekerja sesuai perintah, sesuai kontrak moral dan hukum negara, tapi setelah itu hak kami dilucuti,” katanya geram. Ia menyebut kondisi ini sebagai bentuk pelecehan terhadap semangat reformasi dan pengkhianatan terhadap nilai-nilai demokrasi.
Masalah ini bukan hanya soal nominal rupiah. Sultan menekankan bahwa yang sedang diperjuangkan adalah integritas sistem demokrasi dan keadilan bagi setiap penyelenggara pemilu yang bekerja di lapangan. “Ini bukan sekadar gaji. Ini soal martabat kami. Soal harga diri sebagai pelaksana demokrasi,” tegasnya.
Kondisi ini telah memicu keresahan luas di kalangan PPS se-Aceh Timur. Sultan menyerukan seluruh anggota PPS dan sekretariat desa untuk bersatu dan menyuarakan hak-haknya. Ia meminta mereka tidak takut melawan ketidakadilan. “Jangan biarkan hak kita dirampas. Jangan biarkan demokrasi kita dipermalukan oleh oknum yang bermain di belakang meja,” ujarnya lantang.
Bila tidak ada tindak lanjut, Sultan berjanji akan memobilisasi aksi besar-besaran di depan Gedung DPRK Aceh Timur dan kantor Aparat Penegak Hukum. “Kalau ini tidak diselesaikan, kami akan turun ke jalan. Kami akan bersuara keras untuk menyelamatkan wajah demokrasi dan menggugat siapa pun yang mempermainkan nasib kami,” pungkas Sultan, yang juga menjabat sebagai Bendahara Sapma Pemuda Pancasila Aceh Timur.
Sampai berita ini diturunkan, KIP Aceh Timur belum memberikan pernyataan resmi. Tak ada penjelasan rinci soal berapa jumlah total gaji yang belum dibayarkan, berapa lama keterlambatannya, atau di mana letak hambatannya.
Komnas HAM Aceh juga belum mengeluarkan tanggapan resmi atas pengaduan yang masuk. Namun sejumlah pemerhati pemilu menilai, kasus ini membuka borok lama tentang lemahnya manajemen transparansi anggaran di tubuh penyelenggara pemilu di daerah. Bila benar ada unsur KKN, maka kasus ini bisa menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum untuk melakukan audit menyeluruh terhadap realisasi anggaran Pilkada 2024 di Aceh Timur.
Demokrasi adalah proses yang mahal dan melelahkan, tetapi yang paling mahal dari semuanya adalah saat kepercayaan publik dihancurkan dari dalam. Ketika para penjaga demokrasi diperlakukan seperti musuh negara, maka bukan hanya keadilan yang mati, tetapi juga masa depan bangsa yang dikorbankan di altar ketidakpedulian. (TIM)