Tanggamus, Lampung Nasional detik.com – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang melibatkan seorang oknum kepala sekolah di Kecamatan Limau, Kabupaten Tanggamus, kini tengah menjadi sorotan.
Lembaga Pemantau Aset dan Keuangan Negara Republik Indonesia (Lpakn RI) Projamin menemukan indikasi kuat bahwa praktik ini telah berlangsung selama bertahun-tahun, menyasar para guru dengan status Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Ketua Lpakn RI Projamin, Helmi, pada 17 Juli 2025, mengungkapkan hasil investigasi dan konfirmasi langsung kepada beberapa guru di Kecamatan Limau.
Menurut Helmi, para guru tersebut merasa keberatan dengan adanya potongan dana yang diberlakukan tanpa kejelasan peruntukan. “Ini sudah berlangsung lama,” tegas Helmi kepada awak media, menggambarkan betapa mengakar praktik dugaan pungli ini di lingkungan pendidikan setempat.
Lebih lanjut, Helmi membeberkan bahwa oknum kepala sekolah Sekolah Dasar (SD) Tegineneng berinisial Ai diduga menjadi dalang di balik pungli tersebut. Setiap kali gajian, para guru PNS dan PPPK diwajibkan menyetorkan Rp20.000, ditambah Rp10.000 untuk iuran PGRI, tanpa adanya transparansi mengenai alokasi dana tersebut. Tindakan ini jelas menimbulkan tanda tanya besar dan kecurigaan akan penyalahgunaan wewenang.
Merespons temuan ini, Lpakn RI Projamin berkomitmen untuk melakukan klarifikasi dan investigasi lanjutan guna mengumpulkan bukti-bukti tambahan. Helmi menegaskan bahwa pihaknya tidak menutup kemungkinan akan melaporkan kasus ini kepada aparat penegak hukum. “Karena kalau ini benar adanya masuk ranah pidana,” ungkapnya, mengindikasikan keseriusan lembaga dalam menindaklanjuti dugaan pelanggaran hukum ini.
Dugaan pungli ini menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan dan mencoreng integritas oknum pejabat publik. Pungli sendiri didefinisikan sebagai tindakan meminta atau menerima uang atau barang secara melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara. Dengan adanya unsur objektif (perbuatan meminta/menerima) dan subjektif (dilakukan pegawai negeri/penyelenggara negara untuk menguntungkan diri sendiri/orang lain secara melawan hukum), kasus ini patut diusut tuntas demi menegakkan keadilan dan memberantas praktik korupsi di lingkungan pemerintahan.