Langkat, Nasionaldetik.com
PT Karetia Perkebunan Serapuh Merusak Hutan Mangrove Demi Memperkaya Diri
Ditengah gencarnya pemerintah dalam mengkampanyekan untuk pentingnya menjaga dan melindungi hutan mangrove dari abrasi namun masih banyak pihak-pihak yang menjadi musuh bagi inisiatif penyelamatannya.
Perlu kita ketahui bahwa hutan mangrove adalah ekosistem penting yang tumbuh diantara daratan dan lautan karena memberikan banyak manfaat untuk melindungi kawasan pesisir dari ombak yang datang agar tidak mudah terjadi abrasi. Pengerusakan hutan mangrove sangat berdampak luas terhadap lingkungan masyarakat serta menimbulkan kerugian negara.
Berawal dari investigasi Aliansi Masyarakat Sumatera Utara Bersih (AMSUB) menemukan kembali terjadinya alihfungsi hutan mangrove menjadi perkebunan kelapa sawit yang terjadi didaerah Kabupaten Langkat khususnya Dusun 6 Desa Sanggalima Kecamatan Gebang. Dimana dalam investigasinya AMSUB menemukan adanya pengerusakan hutan mangrove yang berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit dan dikuasai oleh PT Karetia Perkebunan Serapuh Dusun 6 Desa Sanggalima Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara dengan luas ±14Ha yang telah ditanami kelapa sawit pada tahun 2022.
Merujuk pada undang-undang tentang permasalahan tersebut pihak-pihak yang diduga merusak hutan mangrove dapat dijerat dengan :
1. UU No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Pasal 50 ayat (3) Huruf a dan b Jo Pasal 78 ayat (2) PT Karetia dapat dituntut atas pelanggaran dugaan menggunakan dan menduduki kawasan hutan secara tidak sah dan merambah kawasan hutan. Terhadap pelanggaran tersebut dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima Miliyar Rupiah)
2. UU No 32 Tahun 2009 Pasal 98 ayat (1) tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. PT Karetia dapat dikenakan tindakan dugaan pengerusakan lahan dan upaya menghalangi inisiatif penyelamatan hutan mangrove. Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelaku kejahatan pidana lingkungan hidup dan dapat dikenakan sanksi berupa penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda sebanyak Rp 3.000.000.000 (Tiga Miliyar Rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,- (Sepuluh Miliyar Rupiah)
3. UU No 18 Tahun 2004 Pasal 17 Jo Pasal 46 tentang Perkebunan mengenai pidana kejahatan diduga melakukan usaha perkebunan kelapa sawit tanpa izin dan diancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 2.000.000.000,- (Dua Miliyar Rupiah)
4. UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Berdasarkan Pasal 35 huruf f Jo Pasal 73 ayat (1) huruf b, PT Karetia diduga telah melakukan pengerusakan hutan mangrove dan menghalangi konservasi penyelamatan hutan mangrove dimana telah dilarang melakukan konservasi ekosistem mangrove, menebang mangrove, melakukan kegiatan industry dikawasan yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis pesisir dapat diancam pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 10 tahun dengan denda paling sedikit Rp 2.000.000.000,- (Dua Miliyar Rupiah) dan paling banyak dendan Rp 10.000.000.000,- (Sepuluh Miliyar Rupiah)
Untuk itu Aliansi Masyarakat Sumatera Utara Bersih (AMSUB) meminta kepada Menteri Kehutanan Bapak Raja Juli Antoni untuk segera tangkap dan menindak pengerusakan alihfungsi hutan mangrove yang dikuasai dan dikelola oleh PT Karetia Perkebunan Serapuh Dusun 6 Desa Sanggalima Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara serta periksa Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Sumatera Utara (BBKSDA) Ibu Novita Kusuma Wardani,S.Hut.,M.AP.,M.Env karena telah lalai dalam menjalankan tugas dan fungsinya serta tidak mampu dalam menyelesaikan permasalahan perambahan hutan di SUMUT khususnya Kabupaten Langkat Kecamatan Gebang Desa Sanggalima Dusun 6 seperti yang diamanatkan dalam UU Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, UU No 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, UU No 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan pengrusakan hutan. Pasal 28 ayat a,b,c,d,e,f,g,h Jo pasal 105 dan 106. Sehingga diduga terjadinya gratifkasi yang dapat merugikan Negara.
AMSUB juga meminta kepada apparat penegak hukum untuk menindak tegas dan memberikan sanksi yang seberat-beratnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
(Nur Kennan Tarigan)