Nasionaldetik.com, – Di tengah jeritan buruh Kota Tangerang soal gaji harian Rp80 ribu, praktik outsourcing yang merajalela, dan tudingan korupsi di internal pengawasan, Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Kadisnaker) Kota Tangerang, Ujang Hendra Gunawan, justru memicu kontroversi baru.
Dalam sebuah tayangan video yang membahas solusi pengangguran, Ujang Hendra secara blak-blakan menyebut korban PHK dari generasi muda sebagai “Generasi Stroberi yang rasanya asam.”
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pernyataan ini sontak membalikkan sorotan publik: Ketika seharusnya pejabat fokus pada masalah struktural ketenagakerjaan, ia malah dituding menyalahkan korban dengan label yang merendahkan.
*”Stroberi Asam” yang Menyakitkan: Mengalihkan Isu Krusial?*
Istilah “Generasi Stroberi” merujuk pada kaum muda yang dianggap sensitif, rapuh, dan kurang tangguh menghadapi tekanan—serupa buah stroberi yang manis dilihat, tetapi mudah bonyok.
“Permasalahan nya adalah kita mengenal dengan istilah generasi Stroberry. Dimana manis dilihatnya, manis warnanya mengungah selera. Tapi ketika dipegang bonyok dan rasanya asem,” kata Ujang sambil tertawa dalam tayangan tersebut.
Komentar ini meledak di tengah derasnya kritik netizen yang menuding adanya malpraktik sistemik di “Kota Sejuta Industri.” Para buruh dan pencari kerja bukannya sensitif, melainkan berhadapan dengan realita yang pahit:
Gaji Harian Jauh di Bawah UMK: Tudingan bahwa ada perusahaan yang hanya menggaji Rp80.000 hingga Rp100.000 per hari, angka yang sangat kontras dengan Upah Minimum Kota (UMK) Tangerang.
Jebakan Kerja ‘BODONG’: Maraknya pabrik bermasalah dan praktik kerja borongan/ outsourcing yang disebut netizen “tidak memanusiakan pegawai.”
Dugaan ‘Ordal’ dan Korupsi: Tuduhan bahwa untuk mendapat pekerjaan harus “bayar ordal” dan sentilan tajam bahwa “Tangerang MH gede korupsi nya” di instansi Disnaker sendiri.
Publik mempertanyakan, apakah pejabat setingkat Kadisnaker lebih memilih mengkambinghitamkan “rapuhnya” mental generasi muda (Gen Ret/Alfa) daripada mengakui dan memberantas masalah eksploitasi upah dan korupsi yang merusak iklim kerja?
*Disnaker di Pusaran Tudingan: Momentum untuk Bersih-Bersih*
Seolah menguatkan kritik bahwa “Generasi Stroberi” bukanlah masalah utamanya, tudingan korupsi di tubuh Disnaker menjadi puncak ketidakpercayaan publik. Jika benar pengawasan lemah akibat adanya “permainan” di internal, maka mustahil praktik upah murah dan pabrik ‘bodong’ bisa diberantas.
Komentar Ujang Hendra alih-alih meredakan situasi, justru dianggap memicu perang narasi antara pemerintah dan rakyatnya. Ia memilih menggunakan istilah akademis yang kontroversial, namun terkesan mengabaikan data lapangan yang disajikan langsung oleh para korban di kolom komentar.
Hingga berita ini diturunkan, Ujang Hendra Gunawan belum memberikan klarifikasi resmi mengenai penggunaan istilah “Stroberi Asam” maupun menjawab tudingan serius dari warganet terkait upah minimum yang dilanggar, praktik outsourcing, dan dugaan korupsi di instansi yang dipimpinnya.
Publik menanti: Akankah Kadisnaker membuktikan bahwa kritiknya tentang “Generasi Stroberi” berlandaskan data valid dan solusi nyata, ataukah ia akan terus bungkam, membiarkan Tangerang—yang manis dilihat sebagai kota industri—tetap menjadi kota yang “asam” bagi nasib para buruh?
Tim Redaksi Prima