Nasionaldetik.com,— Hasil audit terbaru mengungkap adanya kejanggalan serius dalam pengelolaan keuangan di Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten PALI. Dokumen pembayaran tunjangan dan belanja operasional menunjukkan adanya kelebihan pembayaran tunjangan perumahan dan transportasi, serta penggunaan dana operasional pimpinan yang tidak didukung bukti pertanggungjawaban.
Temuan ini secara jelas melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017, yang mengatur bahwa tunjangan bagi anggota DPRD kabupaten/kota tidak boleh melebihi besaran yang diterima oleh DPRD provinsi. Analisis data menunjukkan bahwa pembayaran tunjangan di PALI tidak hanya melebihi standar, tetapi juga dilakukan berdasarkan perhitungan yang keliru.
Rincian Kelebihan Pembayaran Tunjangan
Tunjangan Perumahan:
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pembayaran tunjangan perumahan bagi 22 anggota DPRD menggunakan nilai sisa (Ns) sebesar 80%, padahal peraturan yang berlaku menetapkan nilai tersebut hanya 60%.
Akibatnya, terjadi kelebihan pembayaran sebesar Rp714.231.540 selama satu tahun, dengan rata-rata kelebihan sekitar Rp2,7 juta per orang per bulan setelah dikurangi pajak.
* Tunjangan Transportasi:
Tunjangan transportasi untuk Ketua dan Wakil Ketua DPRD ditetapkan lebih tinggi dari nilai standar yang ada di Peraturan Bupati dan hasil survei.
Pihak Sekretariat DPRD bahkan mengakui adanya permintaan untuk membedakan besaran tunjangan, namun tidak didukung dengan bukti perhitungan yang sah.
Kelebihan pembayaran untuk tunjangan transportasi mencapai Rp15,3 juta untuk Ketua dan Rp5,1 juta untuk Wakil Ketua.
Dana Operasional Tanpa Pertanggungjawaban
Selain itu, audit juga menemukan adanya kejanggalan pada penggunaan belanja operasional pimpinan. Aturan menyebutkan bahwa 20% dari dana operasional harus digunakan untuk dukungan operasional lain dan dipertanggungjawabkan secara at cost (dengan bukti lengkap), sementara 80% diberikan secara lumpsum (sekaligus).
Faktanya, seluruh dana operasional pimpinan yang berjumlah Rp40.320.000 (20% dari total anggaran) dipertanggungjawabkan secara lumpsum tanpa bukti yang jelas.
Hal ini mengindikasikan adanya penggunaan dana tanpa pengawasan yang ketat dan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Temuan ini merupakan pukulan telak bagi transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah. Masyarakat berhak mengetahui bagaimana uang pajak mereka digunakan, dan kasus ini menunjukkan adanya kebocoran anggaran yang merugikan publik. Penyelidikan lebih lanjut harus dilakukan untuk memastikan pertanggungjawaban penuh dan menghentikan praktik yang tidak sah ini.
Tim Redaksi