Juhar, KaroNasionaldetik.com
Setelah menjadi sorotan tajam media dan publik, proyek pembangunan di Desa Mbetung, Kecamatan Juhar, Kabupaten Karo, Sumatera Utara akhirnya memasang papan proyek. Namun, alih-alih meredakan kecurigaan, kemunculan papan ini justru dinilai sebagai upaya formalitas yang sarat akan ketidak transparanan. Papan proyek tersebut tidak mencantumkan volume kegiatan, sebuah rincian yang krusial dan wajib untuk diketahui publik.(Juhar-Karo 19 September 2025).
Pemasangan papan ini diduga kuat merupakan respons cepat dari pihak pelaksana proyek untuk meredam isu proyek “siluman” yang sebelumnya mencuat karena tidak adanya informasi sama sekali. Namun, tanpa rincian volume seperti panjang, lebar, atau jumlah unit, papan ini menjadi “cacat” secara informasi. Papan ini dianggap tidak ada bedanya dengan proyek yang tidak memiliki papan sama sekali.
Sejumlah warga yang di wawancarai mengungkapkan kekecewaannya. “Sama saja kegiatan ini dengan tanpa papan proyek. Kita butuh informasi yang akurat agar bisa pantau pekerjaan ini. Kalau tidak ada volume atau panjang, tidak usah dipasang saja,” ujar seorang warga dengan geram, yang enggan disebut namanya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Rasanya, kegiatan ini sengaja untuk menutupi aksi korupsi.”
Ketiadaan informasi volume ini membuka pintu lebar bagi dugaan praktik pengurangan spesifikasi (spek) atau mark-up anggaran. Tanpa data pembanding, masyarakat tidak bisa memastikan apakah dana yang di keluarkan oleh pemerintah sebanding dengan hasil pekerjaan di lapangan.
Situasi ini kembali menyoroti pentingnya keterbukaan informasi publik dalam setiap proyek yang didanai oleh uang rakyat. Pemasangan papan proyek yang tidak lengkap ini jelas bertentangan dengan beberapa aturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), yang mewajibkan badan publik untuk menyediakan informasi yang akurat dan transparan.
Selain itu, praktik semacam ini juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), karena membuka celah untuk penyimpangan.
Jika nantinya dugaan ini terbukti benar, pelaksana proyek dapat dijerat dengan sanksi pidana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sanksi yang bisa dijatuhkan sangat berat, mulai dari pidana penjara minimal 4 tahun hingga seumur hidup, tergantung pada jenis dan besaran kerugian negara. Selain itu, ada juga denda yang bervariasi dari ratusan juta rupiah hingga miliaran rupiah, serta pidana tambahan seperti pembayaran uang pengganti kerugian negara.
(Nur Kennan Tarigan)