Nasionaldetik.com,— 12 September 2025 Aksi unjuk rasa bertajuk “Rakyat Tagih Janji” yang digerakkan oleh aliansi mahasiswa, masyarakat, dan Gerakan Keadilan Netizen (GKN) ini adalah sebuah manifestasi kekecewaan yang sudah memuncak.
Aksi ini bukan sekadar kelanjutan dari demonstrasi sebelumnya pada 25-28 Agustus 2025 yang ricuh, tetapi juga sebuah kritik tajam terhadap kegagalan pemerintah dan DPR dalam memenuhi janji-janji mereka.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Analisis kritis menunjukkan bahwa 17+8 Tuntutan Rakyat bukanlah sekadar daftar keinginan, melainkan diagnosa mendalam atas masalah-masalah struktural di Indonesia. Tuntutan ini menyoroti tiga kegagalan utama:
* Kegagalan Politik dan Etika: Kenaikan tunjangan DPR di tengah krisis ekonomi adalah sebuah pelecehan terhadap penderitaan rakyat.
Aksi ini mempertanyakan moralitas elite politik yang sibuk memperkaya diri saat rakyat menghadapi PHK dan kenaikan harga. Tuntutan untuk membekukan kenaikan gaji dan investigasi terhadap anggota DPR yang bermasalah menunjukkan adanya krisis kepercayaan akut terhadap lembaga legislatif.
* Kegagalan Penegakan Hukum: Kericuhan pada aksi sebelumnya dan respons aparat yang represif menjadi bukti bahwa negara masih menggunakan kekerasan untuk membungkam kritik. Tuntutan untuk membebaskan demonstran yang ditahan dan mengadili oknum aparat adalah desakan untuk mengembalikan fungsi hukum sebagai pelindung rakyat, bukan alat kekuasaan.
* Kegagalan Tata Kelola Negara: Tuntutan seperti pengesahan RUU Perampasan Aset Koruptor dan penghentian proyek-proyek yang merampas tanah rakyat menunjukkan bahwa sistem tata kelola saat ini dinilai cacat dan tidak berpihak pada kepentingan publik.
Gerakan ini menuntut perubahan fundamental, bukan hanya perbaikan kosmetik, untuk memastikan bahwa negara benar-benar berfungsi demi kesejahteraan rakyat, bukan demi elite.
Dengan slogan “Rakyat Tagih Janji,” gerakan ini menunjukkan pergeseran narasi. Ini bukan lagi soal mengajukan permohonan, melainkan menagih utang politik yang sudah lama ditumpuk oleh para pemangku kekuasaan. Kegagalan aksi sebelumnya yang dianggap kurang kondusif justru menguatkan tekad mereka. Massa tidak akan menyerah hingga ada tindakan nyata dan substansial, bukan sekadar janji-janji manis di depan kamera.
Aksi ini adalah cermin dari semakin matangnya kesadaran masyarakat sipil, yang tidak lagi puas dengan respons yang minim. Mereka menuntut akuntabilitas penuh dari para pemimpin dan bersedia terus berjuang hingga suara mereka didengar dan dipenuhi.
Apakah ada aspek lain yang ingin Anda gali lebih dalam?
Tim Redaksi