Labura, Nasionaldetik.com
Skandal penyelewengan uang sewa ruko di Disperindag Labura yang merugikan negara hingga ratusan juta rupiah kini semakin jelas. Penemuan audit BPK yang menunjukkan adanya kerugian negara menjadi bukti kuat bahwa praktik ilegal ini bukan sekadar kelalaian, melainkan dugaan pelanggaran hukum serius.
Dalam laporan auditnya untuk tahun anggaran 2021 dan 2024, BPK mengungkap bahwa bendahara tersebut tidak menyetorkan uang sewa ruko ke kas daerah. Pada tahun 2021, uang yang tidak disetorkan mencapai Rp 252.500.000, dan jumlah ini meningkat drastis menjadi Rp 280.500.000 pada tahun 2024.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Tidak hanya itu, BPK juga menemukan kejanggalan serius pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Labura. Piutang sewa ruko tidak ditampilkan dengan semestinya, seolah ada upaya untuk menutupi fakta bahwa uang sewa dari tahun 2017 hingga 2024 tidak pernah disetorkan.
Dugaan penggelapan ini jelas melanggar ketentuan pengelolaan keuangan daerah yang mengharuskan setiap penerimaan segera disetorkan ke kas negara. Perbuatan ini telah menimbulkan kerugian signifikan bagi Pemkab Labura dan menjadi sorotan tajam terkait integritas pengelolaan keuangan di lingkungan yg pemerintah daerah.yang melibatkan sejumlah undang-undang.
Praktik ini terindikasi melanggar berbagai peraturan yang mengatur pengelolaan keuangan negara dan daerah.
Dugaan penggelapan dana ini secara langsung bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pasal 3 ayat (1) dari undang-undang ini secara tegas mewajibkan pengelolaan keuangan negara dilakukan secara tertib, taat pada peraturan, efisien, transparan, dan bertanggung jawab. Tidak disetorkannya uang sewa ruko ke kas daerah menunjukkan adanya ketidakpatuhan dan ketidakbertanggungjawaban, yang merupakan pelanggaran serius terhadap UU ini.
Selain itu, praktik ini juga melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Kedua peraturan ini mengatur secara rinci bahwa setiap bendahara penerimaan wajib menyetorkan seluruh uang yang diterima ke kas daerah pada waktunya. Penyimpangan yang terjadi, di mana uang sewa ruko tidak disetorkan selama bertahun-tahun, adalah pelanggaran berat terhadap pedoman yang diatur dalam peraturan-peraturan tersebut.
Apabila unsur kerugian negara dan penyalahgunaan wewenang terbukti, oknum yang bertanggung jawab atas penyelewengan dana ini dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 3 dari UU Tipikor dapat menjerat setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan atau jabatan yang dapat merugikan keuangan negara. Pelanggaran ini memiliki ancaman pidana yang berat, yakni penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun, serta denda hingga Rp1 miliar.
Mantan Kadis Diperindak Labura saat dikonfirmasi tidak memberikan tanggapan apapun, melainkan mengarahkan awak Media bertanya kepada Inspektorat Labuura.
Ironisnya saat Inspektorat di konfirmasi dengan Nada singkat Inspektorat menjawab ” jika ada temuan BPK itukan oknum” Tegas Inspektorat dengan santai.
Masyarakat Labura sangat menantikan langkah proaktif dari penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini, mengembalikan kerugian negara, dan memberikan sanksi tegas kepada pihak yang terlibat.
(Tim)