Nasionaldetik.com,– 08 September 2025 Setelah berbulan-bulan bungkam dan menikmati tunjangan yang menggiurkan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangerang akhirnya ‘tunduk’ pada tekanan publik. Ketua DPRD, Rusdi, berjanji akan mengevaluasi aturan yang menjadi dasar fasilitas fantastis mereka. Namun, janji ini datang setelah munculnya dugaan bahwa ratusan miliar uang rakyat telah dihabiskan tanpa hasil yang jelas.
Ironisnya, ‘penyerahan diri’ ini tampaknya bukan karena kesadaran, melainkan karena terpojok. Aktivis dan praktisi hukum, Slamet Widodo, S.H., atau Romo, menilai langkah ini hanya respons reaktif. “Keputusan untuk mengevaluasi Peraturan Walikota (Perwal) baru diambil setelah desakan kuat dari media dan ancaman demonstrasi semakin nyaring,” tegasnya.
Pernyataan Romo adalah pukulan telak.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejak dilantik pada Oktober 2024, dewan seolah-olah buta terhadap masalah krusial seperti penanganan sampah dan kinerja Dinas Perhubungan yang mandek. Namun, mereka bergerak cepat ketika fasilitas pribadi mereka disorot.
Pakaian ‘Merek Mahal’ di Tengah Penderitaan Rakyat
Angka-angka yang tertera dalam dokumen anggaran menjadi bukti nyata. Tunjangan perumahan sebesar Rp17.962.000,00 per bulan dan biaya pakaian dinas Rp14.200.000,00 per bulan. Total belanja untuk pakaian dinas dan atribut saja mencapai Rp745.000.000,00 per tahun, jumlah yang jauh melampaui pendapatan rata-rata warga.
“Di saat banyak warga kesulitan untuk membeli seragam sekolah untuk anak-anak mereka, para dewan ini seolah-olah mengenakan pakaian dari merek kelas atas,” kata Romo. Ia menyebut ini sebagai cerminan kemunafikan yang paling telanjang.
Janji Kosong dan Sikap Bungkam yang Mencurigakan Janji evaluasi hanyalah permulaan, sedangkan pertanggungjawaban penuh adalah tuntutan utama. Romo menegaskan akan segera mengirim surat untuk meminta penjelasan detail mengenai angka-angka yang sangat fantastis tersebut.
Hingga saat ini, Sekretaris Dewan Teddy Bayu Putra dan Ketua DPRD H. Rusdi masih memilih bungkam. Sikap ini semakin memperkuat kecurigaan publik: apakah janji evaluasi ini hanya gertakan untuk meredam kemarahan atau ada sesuatu yang disembunyikan? Rakyat berhak bertanya, apakah dewan ini benar-benar ‘wakil rakyat’ atau hanya ‘wakil pribadi’ yang peduli pada perut dan kantongnya sendiri?
Tim Redaksi Prima