Nasionaldetik.com,— 02 September 2025 Peraturan Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 yang menaikkan modal deposito perusahaan penyalur pekerja migran (PMI) dari Rp1,5 miliar menjadi Rp3 miliar memicu polemik serius.
Meskipun niat pemerintah untuk memperkuat perlindungan PMI patut diapresiasi, implementasi kebijakan ini justru berpotensi menimbulkan krisis bagi industri penempatan PMI, terutama bagi perusahaan skala kecil dan menengah.
Kebijakan ini mencerminkan pendekatan yang seragam dan kurang sensitif terhadap realitas ekonomi para pelaku usaha. Pemerintah seolah mengabaikan fakta bahwa modal Rp1,5 miliar saja sudah menjadi beban berat bagi banyak perusahaan. Kenaikan 100% ini, ditambah dengan kewajiban tambahan bagi perusahaan yang beroperasi di lebih dari satu zona penempatan (Asia Timur, Asia Tengah, dan Asia Tenggara), hampir pasti akan memicu gelombang kebangkrutan bagi perusahaan-perusahaan kecil yang selama ini berperan penting dalam menyalurkan PMI secara legal dan aman.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemerintah beralasan kenaikan deposito ini sebagai jaminan finansial untuk melindungi pekerja migran. Namun, pertanyaannya adalah: apakah peningkatan modal semata-mata bisa menjamin perlindungan yang lebih baik? Tanpa pengawasan yang ketat dan sistematis, tingginya modal deposito bisa menjadi penghalang birokrasi bagi pelaku usaha yang profesional, sementara perusahaan nakal bisa saja mencari celah lain untuk menghindari tanggung jawab.
Kebijakan ini juga berpotensi menciptakan oligopoli industri, di mana hanya perusahaan besar dengan modal kuat yang mampu bertahan. Hal ini akan menghilangkan keberagaman layanan dan mengurangi pilihan bagi calon PMI.
Perusahaan kecil seringkali memiliki spesialisasi dan pendekatan yang lebih personal dalam melayani pekerja migran di kantong-kantong desa. Hilangnya mereka akan membuka ruang bagi praktik ilegal dan informal yang justru membahayakan para pekerja.
Pemerintah seharusnya menyadari bahwa keseimbangan antara perlindungan pekerja dan keberlangsungan industri adalah kunci. Memaksakan regulasi tanpa masa transisi yang memadai dan tanpa dialog konstruktif dengan pelaku industri adalah langkah yang kontraproduktif.
Momentum revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 adalah kesempatan emas untuk memperbaiki kebijakan ini. Pemerintah dan DPR perlu membuka ruang dialog untuk mendengarkan aspirasi pengusaha, yang selama ini menjadi mitra strategis dalam penempatan PMI.
Solusi yang lebih proporsional, seperti penerapan deposito berjenjang berdasarkan skala perusahaan atau wilayah penempatan, mungkin bisa menjadi jalan tengah yang adil. Tanpa revisi yang berimbang, kebijakan ini akan menjadi pedang bermata dua: berniat melindungi, namun justru mematikan industri yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Tim Redaksi