Nasionaldetik.com,– Aktivitas galian C di Desa Kuta Makmue, Kecamatan Kuala, Kabupaten Nagan Raya, terus menuai sorotan. Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (LSM GMBI) menilai kegiatan tersebut telah berlangsung lama tanpa izin resmi, menggunakan alat berat, dan melibatkan puluhan dump truk yang setiap hari mengangkut pasir dari sungai setempat untuk dijual.
Meski tidak memiliki dokumen perizinan yang sah, galian C tersebut tetap beroperasi leluasa. Warga sekitar mengaku resah karena dampak lingkungan mulai terasa, salah satunya kerusakan abutmen jembatan yang menghubungkan desa. Kondisi ini membuat mobilitas masyarakat terganggu.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dugaan Ada Backing Oknum APH
Dari hasil penelusuran lapangan, selain diduga ilegal, penambangan ini disinyalir menggunakan solar bersubsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat luas, bukan untuk kepentingan komersial.
Salah seorang warga berinisial DD mengungkapkan, aktivitas tambang tersebut milik seorang warga setempat yang diduga mendapat dukungan dari oknum aparat penegak hukum (APH). “Info yang kami terima, ada setoran rutin Rp15 juta per bulan ke oknum tertentu. Kalau begini, hukum bisa dibeli,” ujar DD, Rabu (13/6/2025).
Warga berharap aparat berwenang tidak menutup mata. “Jangan gara-gara upeti 15 juta rupiah, kerusakan lingkungan dan fasilitas umum dibiarkan. Segera bertindak tegas demi kepentingan masyarakat,” tegasnya.
LSM GMBI Siap Lapor ke Pihak Berwenang
Menanggapi situasi ini, Ketua LSM GMBI wilayah Nagan Raya menegaskan bahwa pihaknya bersama tim investigasi media akan berkoordinasi dengan instansi terkait, termasuk aparat penegak hukum, untuk memastikan langkah penindakan yang tepat. “Kami tidak ingin pelanggaran ini terus dibiarkan. Negara dirugikan, rakyat pun terkena dampaknya,” ujarnya.
Ancaman Hukuman Berat
Berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 158 menyebutkan:
> “Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.”
Selain itu, penggunaan BBM bersubsidi untuk kegiatan komersial dapat dijerat dengan Undang-Undang Migas No. 22 Tahun 2001, Pasal 55, dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga Rp60 miliar.
Tuntutan Warga
Masyarakat Kuta Makmue berharap pemerintah daerah dan penegak hukum segera menutup dan memproses hukum pihak yang terlibat dalam galian C ilegal tersebut. Mereka menegaskan bahwa keberlangsungan lingkungan dan keselamatan infrastruktur jauh lebih penting dibandingkan keuntungan segelintir pihak.
Tim Redaksi Prima