Nasionaldetik.com,- Kantor Hukum SANTO NABABAN, S.H. & PARTNERS, melalui surat terbuka, secara tegas membantah tuduhan pencabulan yang dialamatkan kepada klien mereka, Guru SY, di SMPN 23 Kota Tangerang. Pihaknya menyoroti adanya kejanggalan serius pada dua laporan polisi yang dibuat oleh satu orang pelapor, Ibu S (ibu dari murid RA).
Menanggapi pemberitaan viral mengenai dugaan pencabulan yang dituduhkan kepada Bapak SY, seorang guru di SMPN 23 Kota Tangerang, kuasa hukum beliau, Santo Nababan, S.H. dari Kantor Hukum SANTO NABABAN, S.H. & PARTNERS, memberikan klarifikasi dan bantahan.
Menurut Santo Nababan, terdapat sejumlah kejanggalan dalam laporan yang dibuat oleh pelapor berinisial S (ibu dari murid berinisial RA). Kejanggalan-kejanggalan ini menunjukkan adanya ketidakonsistenan yang kuat dalam tuduhan tersebut.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
*Ketidakkonsistenan Laporan Polisi*
Ada dua laporan polisi yang dibuat oleh pelapor S pada hari yang sama, 25 Juni 2025, dengan nomor telepon yang sama (0822-1368-9XXX), namun dengan kronologi dan waktu kejadian yang berbeda:
* Laporan Pertama (110 Polri): Disebutkan kejadian terjadi pada Senin, 23 Juni 2025, di mana korban disuruh melakukan perbuatan cabul.
* Laporan Kedua (LP/B/880/VI/2025/SPKT/POLRES METRO TANGERANG KOTA): Disebutkan kejadian terjadi pada Selasa, 24 Juni 2025, dengan kronologi di mana pelaku menciumi dan memegang kemaluan korban.
“Selain perbedaan waktu dan kronologi, laporan ini juga memuat kejanggalan pada daftar saksi. Saksi-saksi yang dicantumkan, yaitu Guru Y dan murid R (teman RA), ternyata tidak berada di lokasi kejadian dan tidak pernah diminta persetujuan untuk dijadikan saksi oleh pelapor,” ungkap Santo Nababan, dalam siaran Pers nya, Kamis 14/8/2025.
*Fakta di Balik Tuduhan*
Tuduhan bahwa perbuatan cabul terjadi sebanyak tiga kali di ruangan terkunci tidak sesuai dengan fakta. Santo Nababan menjelaskan, bahwa pada saat kejadian yang dituduhkan, pelapor S justru berada di ruangan yang sama dengan anaknya, RA, saat mengerjakan tugas remedial bersama Bapak SY. Ruangan tersebut dalam kondisi pintu dan gorden terbuka.
Terdapat juga beberapa guru lain, termasuk Guru E, I, dan Sanuri, yang keluar masuk dan berkomunikasi dengan pelapor di depan pintu ruangan. Selain itu, tuduhan adanya korban lain berinisial MJJ juga dibantah.
Kuasa hukum menjelaskan bahwa hal ini diduga bermotif dendam dari mantan suami adik ipar SY, (tertuduh) berinisial J. Dikatakan, SY pernah menolak permintaan J untuk membantu rujuk dengan istrinya, serta menolak permintaan untuk menjaga anaknya MJJ.
*Saksi-Saksi yang Diragukan*
Selain itu, kuasa hukum juga mempertanyakan keabsahan saksi-saksi yang dicantumkan dalam laporan. Saksi-saksi tersebut, yaitu Guru Y dan murid R, disebut tidak berada di lokasi kejadian dan tidak pernah diminta persetujuan untuk dijadikan saksi oleh pelapor.
*Imbauan Kepada Publik*
Santo Nababan mengimbau masyarakat untuk tidak terpengaruh oleh narasi sepihak yang belum terbukti kebenarannya, terutama karena hal ini menyangkut reputasi seorang guru, sebuah profesi yang mulia. Dirinya juga menyayangkan tindakan pelapor yang diduga menyebarluaskan berita tanpa menunggu hasil resmi dari Kepolisian dan tidak menghormati asas praduga tak bersalah.
“Kami meminta semua pihak untuk berhati-hati dalam menyikapi informasi ini dan menghormati asas praduga tak bersalah,” tegas Santo Nababan, mengimbau masyarakat, media, dan instansi terkait untuk tidak terburu-buru menghakimi,” tegasnya,
Tim Redaksi Prima