Nasionaldetik.com,– 23 Juli 2025 Kasus dugaan pelecehan seksual yang menimpa guru SMPN 23 Tangerang berinisial SY bukan sekadar persoalan pidana, tetapi juga menyentuh persoalan integritas pendidikan, konflik personal antara guru dan wali murid, serta dampak sosial yang lebih luas.
Perkara bermula ketika Suammah, wali murid RA (14), meminta agar nilai anaknya dinaikkan. SY, guru matematika, menolak permintaan tersebut dengan alasan penilaian harus berbasis ujian. “Anaknya harus mengikuti remedial untuk melihat kemampuan riilnya,” ujar SY melalui kuasa hukumnya.
Setelah ujian remedial, RA memperoleh nilai 80 dan meninggalkan sekolah bersama ibunya. Tidak lama kemudian, laporan dugaan pelecehan seksual diajukan ke Polres Metro Tangerang Kota.
Kuasa hukum SY, Santo Nababan, menyatakan tuduhan tersebut tidak memiliki dasar. Menurut Santo, kegiatan remedial dilakukan di ruang kelas terbuka dengan kehadiran wali murid di lokasi. Bahkan salah satu saksi yang disebut pelapor menegaskan tidak mengetahui peristiwa seperti yang dituduhkan.
“Jika tuduhan ini tidak terbukti, maka hal ini masuk kategori fitnah yang merugikan klien kami, bahkan mencoreng nama baik lembaga pendidikan,” ujar Santo. Pihaknya menyatakan siap mengambil langkah hukum balasan (lapor balik) jika tuduhan dinyatakan tidak benar.
Kasus ini telah mengguncang lingkungan SMPN 23 Tangerang. Sebagian wali murid mulai mempertanyakan keamanan anak-anak mereka, sementara guru-guru merasa tertekan akibat adanya tuduhan yang belum terbukti. Kegiatan belajar mengajar terganggu karena muncul rumor liar yang menyebar melalui media sosial.
Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, Dr. Bambang Sutrisno, menyatakan:
“Kasus seperti ini harus ditangani hati-hati karena menyangkut reputasi personal sekaligus institusi. Jika benar ada pelecehan, harus ditindak tegas. Namun jika tuduhan palsu, ini adalah serangan serius terhadap integritas tenaga pendidik.”
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, tuduhan pelecehan seksual merupakan delik serius dengan ancaman hukuman berat. Namun, Pasal 310 dan 311 KUHP juga memberi ruang bagi korban fitnah untuk melapor balik jika tuduhan tidak terbukti.
“Dalam konteks ini, jika tuduhan pelapor tidak bisa dibuktikan, maka pasal pencemaran nama baik dan fitnah bisa diberlakukan,” jelas pakar hukum pidana, Prof. Wibowo.
Kasus SY memperlihatkan bagaimana konflik nilai antara guru dan wali murid dapat berkembang menjadi tuduhan serius yang mengancam karier dan reputasi. Proses hukum akan menjadi penentu, apakah ini kasus pelecehan nyata atau fitnah yang lahir dari ketidakpuasan personal.
Tim Redaksi