KUTACANE — Aroma busuk pengelolaan Dana Desa kembali menyeruak dari dua desa di Kecamatan Badar, Kabupaten Aceh Tenggara. Laporan dugaan penyelewengan anggaran kembali mengemuka, menyasar Desa Batu Mbekhong dan Desa Peranginan. Puluhan kegiatan desa dengan anggaran ratusan juta rupiah diduga bermasalah—mulai dari mark-up, pengadaan fiktif, hingga pelaksanaan fisik yang tidak sesuai spesifikasi teknis. Dewan Pimpinan Daerah Lembaga Swadaya Masyarakat Pemantau Kinerja Aparatur Negara (LSM Penjara) Provinsi Aceh dengan tegas mendesak Aparat Penegak Hukum, khususnya Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Polres Aceh Tenggara, untuk segera turun tangan, melakukan penyelidikan menyeluruh, dan menyeret para pelaku ke meja hijau.
Ketua DPD LSM Penjara Provinsi Aceh, Pajri Gegoh, pada Selasa, 22 Juli 2025, menyatakan bahwa temuan tersebut bukan hanya bersifat indikatif, melainkan telah disusun berdasarkan data dan rincian yang dapat diverifikasi. Ia membeberkan bahwa di Desa Batu Mbekhong, dalam tahun anggaran 2023 saja, belasan kegiatan mencurigakan menyedot anggaran besar. Di antaranya honor dan pakaian sebesar Rp23 juta, penyelenggaraan posyandu hampir Rp44 juta, pengadaan sarana posyandu Rp7,1 juta, peningkatan jalan beton Rp84 juta, jalan usaha tani Rp116 juta, peningkatan jaringan listrik Rp57 juta, serta kegiatan budaya dan keagamaan lainnya yang totalnya mencapai ratusan juta rupiah. Tak berhenti di situ, tahun anggaran 2024 juga menunjukkan pola yang sama. Pembangunan jalan usaha tani dibiayai Rp230 juta, dokumen administrasi Rp14 juta, honor guru TPA Rp25 juta, kegiatan MTQ Rp10 juta, serta sarana olahraga desa Rp20 juta. Pajri menyebutkan bahwa dalam realisasi di lapangan, banyak pekerjaan tidak sesuai dengan anggaran yang tertera, dan dalam beberapa kasus, bahkan tak terlihat hasil fisiknya sama sekali.
Desa Peranginan pun diduga mengalami nasib serupa. Pada tahun anggaran 2023, sejumlah kegiatan yang menghabiskan dana puluhan hingga ratusan juta rupiah tidak menunjukkan transparansi maupun hasil nyata. Peningkatan jalan desa senilai Rp143 juta, pembangunan MCK Rp70 juta, alat pesta dan tenda desa Rp55 juta, serta bantuan pertanian sebesar Rp153 juta, semuanya disebut bermasalah. Sedangkan di tahun 2024, kegiatan seperti pengadaan hand sprayer elektrik Rp89 juta, jembatan roda empat Rp137 juta, saluran drainase Rp22 juta, hingga posyandu dan kegiatan keagamaan juga kembali menyedot anggaran besar. Yang menjadi perhatian, menurut Pajri, adalah kemiripan pola laporan pertanggungjawaban yang seolah hanya mengganti angka dan tahun, sementara metode pelaksanaannya tetap kabur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam keterangannya, Pajri Gegoh menegaskan bahwa pihaknya melihat adanya pelanggaran serius terhadap berbagai ketentuan hukum. Ia menyebut tindakan ini bertentangan langsung dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menekankan transparansi dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Dana Desa. Juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyebut setiap rupiah uang negara harus dikelola secara akuntabel. Lebih lanjut, indikasi korupsi sebagaimana ditemukan, jelas masuk dalam kategori melawan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Undang-undang tersebut secara tegas menyebut bahwa setiap orang yang memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan cara merugikan keuangan negara, dapat dijatuhi hukuman berat. Ia juga menyitir Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang memberikan dasar kewenangan untuk tindakan represif terhadap setiap dugaan praktik korupsi, termasuk di sektor Dana Desa.
LSM Penjara mendesak agar Tipidkor Polres Aceh Tenggara tidak tinggal diam. Menurut Pajri, seluruh data dan dokumen telah disiapkan dan siap diserahkan kepada penyidik. Ia menilai bahwa proses hukum tidak boleh berhenti hanya pada klarifikasi lisan dari pihak desa atau sekadar teguran dari inspektorat kabupaten. Justru, ia mendorong agar Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara, Inspektorat, Kepolisian Daerah Aceh, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi dan BPKP turut dilibatkan dalam membongkar skema dugaan korupsi tersebut. Ia menyebutkan bahwa praktik seperti ini tidak bisa dipandang sebagai kelalaian administratif semata, melainkan bagian dari sistem yang sengaja dibangun untuk menyelewengkan dana publik. Dana yang semestinya digunakan untuk memperkuat pembangunan desa, membangun infrastruktur, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat justru diduga dijadikan bancakan sekelompok oknum yang bermain di bawah meja.
Dalam kesempatan itu, Pajri Gegoh mengingatkan bahwa pembiaran terhadap praktik semacam ini akan menjadi preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan desa. Jika tidak segera ditindak, maka perampokan uang rakyat atas nama pembangunan akan terus berulang dari tahun ke tahun. Ia juga menyebutkan bahwa pihaknya telah menerima banyak keluhan dari warga setempat yang merasa kecewa karena tidak melihat dampak nyata dari anggaran besar yang disebut-sebut dibelanjakan melalui Dana Desa. Menurutnya, keterlibatan masyarakat dalam pengawasan sangat penting, namun aparat penegak hukum harus menjadi garda terdepan dalam memotong mata rantai korupsi yang tumbuh subur di desa.
Ia juga menekankan bahwa lembaga yang ia pimpin tidak akan berhenti pada pernyataan ini saja. Bila Polres Aceh Tenggara tidak menunjukkan respons konkret dalam waktu dekat, pihaknya akan membawa seluruh berkas temuan ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta. Pajri menyatakan bahwa penyelamatan Dana Desa bukan hanya soal hukum, tetapi juga soal moral dan komitmen terhadap rakyat kecil yang seharusnya menjadi penerima manfaat utama.
“Kalau Tipidkor Polres Agara dan APH lainnya serius, ini bisa cepat terang. Tapi kalau hanya formalitas, maka praktik semacam ini akan menjadi penyakit tahunan di desa-desa kita. Kami tidak akan diam. Ini bukan sekadar dugaan, ini pola sistemik yang menghisap uang negara,” ujar Pajri dengan nada tajam. Ia menutup pernyataannya dengan meminta dukungan publik, media, dan masyarakat sipil lainnya untuk bersama-sama mengawal kasus ini hingga tuntas.
Laporan: Salihan Beruh