MEDAN – Ada yang berbeda di Lapas Kelas I Medan, Selasa (25/6). Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) menyapa langsung warga binaan sambil makan siang bersama.
Di hadapan ratusan narapidana, Menteri Agus yang didampingi Dirjenpas Mashudi, Ketua Komisi XIII DPR RI, Kanwil Ditjenpas Sumuy Yudi Suseno dan lainnya menyampaikan pesan penuh refleksi dan spiritualitas yang menyentuh.
“Orang kalau mau dapat kemuliaan, biasanya melalui prilaku prihatin. Gak ada itu orang diangkat derajatnya tanpa melewati ujian,” ucap sang Menteri di awal sambutannya yang disambut haru oleh warga binaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Momen makan siang bersama ini bukan sekadar seremoni, bahkan menjadi ruang terbuka di mana Menteri menyuarakan keadilan, kemanusiaan, dan ketegasan.
Dalam wejangannya, Menteri mengajak warga binaan untuk merenungkan nikmat hidup yang kerap terlewati.
“Siapa di antara kita yang pernah minta nafas kepada Tuhan? Gak ada. Tapi kita dikasih. Gratis. Kalau nafas saja dikasih tanpa diminta, apalagi kalau kita sungguh-sungguh bertobat dan berniat baik, tentu kemuliaan akan datang,” tuturnya, disambut anggukan dari para warga binaan yang terdiam penuh makna.
Ia lalu melukiskan perumpamaan yang kuat tentang proses hidup. “Kelapa untuk jadi minyak harus jatuh dulu, dibuka pakai linggis, dikupas, diparut, diperas, dimasak, dibakar. Baru keluar minyaknya. Nilainya baru tinggi. Itu juga hidup. Harus melalui proses.”
Tak hanya berbicara soal spiritualitas, Menteri juga menegaskan komitmennya terhadap pemberantasan kejahatan dari balik penjara.
Ia menyampaikan sedang mengusulkan agar jajaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan diberikan kewenangan penyidikan atas tindak pidana yang dilakukan narapidana di dalam lapas.
“Kita tidak akan ragu-ragu memindahkan para pelaku yang masih mengendalikan narkoba dan penipuan dari balik jeruji ke Nusakambangan. Saya ingatkan, jangan coba-coba. Kalau mau nyusul, bikin aja masalah,” tegasnya.
Dalam suasana yang hangat, Menteri mengakhiri dengan mengutip Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 11-17 sebagai pengingat bahwa segala ujian hidup bisa menjadi jalan kembali pada petunjuk dan rasa syukur.
Makan siang bersama itu pun menjadi simbol kuat: bahwa negara hadir, bukan untuk menghakimi semata, tapi juga untuk membuka ruang pertobatan dan perubahan.(AVID)