Nasionaldetik.com, Merangin,-
10 Juni 2025 Rama Sanjaya dari LSM Sapurata menemukan sejumlah kejanggalan dalam anggaran Gerakan Posyandu Aktif (GPA) di Desa Sungai Kapas dan Desa Mampun, Kabupaten Merangin, Jambi. Pada tanggal 21 Mei 2025, Novira, fungsional admin kesehatan, menyatakan bahwa seluruh anggaran dalam DPA telah direalisasikan.
Namun, Rama mempertanyakan pelaksanaan GPA di bulan Ramadhan di Desa Sungai Kapas pada 14 Maret. Menurut Novira, alasannya di laksanakan di bulan puasa: “Kalau di kami, betumpuk kegiatan sesudah Lebaran galo, berebut galo gek, sebidang ni kagek banyak kegiatan nak mencairkan pas pulo bupati baru. Kami berpikir seperti ini: kalau tidak kami laksanakan, kami sudah menganggarkan di TW 1.” Pergantian nasi ke parcel dilakukan karena khawatir nasi menjadi basi. Ia menyatakan bahwa harga parcel sesuai dengan harga nasi dan
jumlah parcel disesuaikan dengan jumlah peserta, yaitu 265 orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, fakta di lapangan
menunjukkan perbedaan signifikan. Pada 17 Mei 2025, seorang kader Posyandu Desa Sungai Kapas menyatakan, “Informasi dari pegawai Dinkes, ada 100 parcel yang akan dibagikan.” dan sound system yang digunakan seadanya tanpa organ.
Rama menyoroti beberapa kejanggalan dalam pelaksanaan Gerakan Posyandu Aktif (GPA), yaitu:
Penggantian nasi dengan parcel di Sungai Kapas dengan jumlah yang tidak sesuai. Tidak terealisasinya anggaran untuk organ di Sungai Kapas. Penggunaan sound system seadanya di Desa Sungai Kapas.
Sementara itu, di Desa Mampun, Rama menemukan penggunaan sound system dan organ tunggal, tetapi dengan anggaran nasi yang dialihkan.
Sedangkan acara GPA tanggal 17 Mei 2025 di Desa Mampun, menurut Novira pada tanggal 21 Mei 2025, “Di Mampun, kami tidak menganggarkan nasi. Memang dalam DPA di situ ada makan, nasi. Tapi kami di bulan ini diminta juga ada kegiatan BBGRM di Kroya. Jadi kami mikir, kalau hanya dihabiskan di sana (Mampun), dananya tentu sasaran hanya batas Mampun. Jadi kami mau yang nasinya (di Mampun) mau kami SPJ-kan di situ (Kroya).” Novira mengatakan anggaran nasi di Mampun tidak dicairkan; nasi nanti untuk acara di BBGRM. “Kami boleh memindahkan, yang penting kegiatannya juga Gerakan Posyandu Aktif, karena di Mampun sudah kami kasih snack dan uang Rp1.000.000, uang pribadi kami.” Dan di Kroya, fasilitas telah disiapkan oleh Pemerintah Desa (PMD): tenda, kursi, sound system, dan organ tunggal; jadi, nasinya dari kami, ujar Novira.
Pernyataan Ermanto, Kabid Dinkes, dan drg. Sony, Kadis Dinkes Merangin, semakin menguatkan dugaan penyimpangan anggaran. Ermanto, pada 21 Mei, mengakui bahwa rencana pelaksanaan GPA sebanyak 5 kali, padahal alokasi anggaran dalam DPA hanya untuk 4 kali. Lebih lanjut, Ermanto juga menyatakan bahwa masalah baru akan muncul jika kegiatan hanya dilakukan 3 kali.
drg. Sony, Kadis Dinkes Merangin, pada 23 Mei menyatakan bahwa ia hanya menerima laporan penyelesaian Gerakan Posyandu Aktif (GPA) tanpa mengetahui detail pelaksanaannya, yang dilaporkan telah selesai di kedua desa tersebut. “Mereka (Ermanto, Kabid Kesehatan Masyarakat, dan Novira, fungsional admin kesehatan) mengelola sendiri,” ujar drg. Sony.
Rama menyimpulkan bahwa terdapat beberapa kejanggalan dalam pelaksanaan GPA, yaitu:
1. Penggunaan Anggaran: Laporan Novira, Ermanto, dan dr. Sony tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
2. Pelaksanaan Kegiatan: Pelaksanaan GPA di dua desa menunjukkan perbedaan signifikan
dalam penggunaan anggaran dan
kegiatan. “Temuan ini
mengindikasikan potensi penyimpangan anggaran dan dugaan korupsi,” ujar Rama.
Penulis : Gondo irawan.