Medan — Di sudut sederhana rumahnya di Medan Deli, Sujadi menatap kosong ke halaman depan yang dulu pernah membuatnya nyaris putus asa.
14 tahun lamanya, tanah yang ia beli dengan keringat dan doa, yang ia rawat dengan penuh harapan, dipersengketakan oleh orang-orang yang lebih kuat, lebih punya pengaruh.
Tapi Sujadi tidak menyerah. Ia memilih percaya pada satu hal yakni kebenaran dan doa.
Tak mudah bagi seorang Sujadi, warga biasa yang jauh dari hiruk pikuk kekuasaan, untuk melawan di ruang-ruang sidang yang kaku dan penuh intrik.
Ia duduk di kursi pengadilan sebagai tergugat, kadang hanya berteman dengan map usang berisi berlembar-lembar bukti kepemilikan tanahnya.
Setiap kali palu sidang diketuk, setiap kali berkas dibacakan, Sujadi hanya bisa berdoa agar hukum berpihak pada yang benar.
Harapannya mulai menemui titik terang ketika pada 27 November 2014, Pengadilan Negeri Medan membacakan putusan dalam perkara Nomor 40/Pdt.G/2013/PN.Mdn.
Dalam ruangan itu, dengan suara yang tegas, majelis hakim menyatakan bahwa Sujadi adalah pemilik sah tanah yang menjadi sengketa.
Semua gugatan lawannya ditolak. Ia menang. Tapi perjuangan belum berhenti di situ.
Pihak lawan mengajukan banding, lalu kasasi, bahkan peninjauan kembali. Sujadi, yang sempat goyah, kembali menguatkan hatinya.
Ia tetap menghadiri sidang demi sidang, tetap membayar kuasa hukum dengan apa adanya, tetap percaya, walau tahun tahun terasa panjang dan menyiksa.
Dan akhirnya, Mahkamah Agung Republik Indonesia menguatkan putusan itu. Hak atas tanah seluas 8.786 meter persegi itu sah milik Sujadi.
Namun, kemenangan di atas kertas tak serta-merta mengembalikan tanahnya.
Objek itu masih dikuasai pihak lain. Sujadi kembali bersabar.
Hari-harinya diisi dengan doa, menunggu keadilan benar-benar hadir di dunia nyata. Sampai akhirnya, pada 17 April 2025, surat resmi dari Pengadilan Negeri Medan datang.
Isinya: pemberitahuan pelaksanaan sita eksekusi. Sujadi, yang dulu hanya bisa menggenggam bukti-bukti usang, kini menggenggam harapan nyata.
Eksekusi dijadwalkan pada 29 April 2025.
Tanah itu akan dikembalikan padanya, dengan pengawalan hukum.
Saat ini, ia hanya meminta satu hal: semua berjalan tertib dan damai. Ia tak pernah menginginkan keributan.
Tidak ada rasa dendam dalam dirinya meski dirinya sudah sempat lima kali dipenjarakan oleh lawannya. Hanya rasa syukur, bahwa perjuangan panjang selama 14 tahun, doa tanpa lelah, dan keyakinan pada kebenaran akhirnya berbuah.
Di balik semua itu, Sujadi bukan hanya memenangkan kembalinya sebidang tanah milikna.
Ia memenangkan sesuatu yang lebih besar: pembuktian bahwa warga kecil pun, dengan kesabaran dan kepercayaan, bisa menang melawan ketidakadilan.(red)