Nasionaldetik.com , Brebes – Kesehatan masyarakat adalah pilar pembangunan suatu bangsa. Kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Begitu pentingnya, sehingga sering dikatakan bahwa kesehatan adalah segala-galanya, tanpa kesehatan segala-galanya tidak bermakna.2 Oleh karena itu, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta pembangunan nasional.
Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana diamanatkan oleh pembukaan UndangUndang Dasar Republik Indonesia 1945. Kesehatan sebagai hak asasi manusia (HAM) harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Negara memiliki tanggung jawab atas pemenuhan hak dasar kesehatan warga negara yang dijamin oleh konstitusi. Oleh karena itu, perlu penataan sistem pelayanan dan pembiayaan jaminan kesehatan sehingga layanan kesehatan yang layak dapat diakses dengan mudah, adil dan tidak diskriminatif oleh semua level masyarakat.
Dalam memperjuangan jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin Aliansi Masyarakat Peduli Kesehatan (AMPK) ,mengadakan audensi ke bupati brebes brebes,untuk menyanpai aspirasi dan keluhan keluhan masyarakat terkait jaminan kesehatan .di antaranya Tidak berlakunya SKTM untuk mendapat pelayanan kesehatan .
Namun sangat di sayangkan audensi yang di dalam audiensi bersama Pemerintah Kabupaten Brebes pada, Jumat 25/04/2025, yang dilaksanakan di Kantor Pemerintah Terpadu (KPT) Ruang Rapat Setda. (lantai 2).di di hadiri oleh bupati Brebes .
Audiensi hanya dihadiri Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Sosial, Direktur RSUD Brebes dan Direktur RS Ir Sukarno Ketanggungan Semestinya membicarakan Re-aktivasi Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) atau Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) setelah Pemerintah Brebes menghentikan layanannya pada awal Januari.
Forum dibuka Kepala Dinas Kesehatan Ineke Tri Sulistyowaty selanjutnya memberi kesempatan kepada koordinator AMPK untuk menyampaikan maksud dan tujuan beraudiensi, namun dalam kesempatan tersebut AMPK memutuskan meninggalkan ruang audiensi (walk out) karena Bupati Brebes tidak hadir.
Sikap meninggalkan forum ini bukan sekadar insiden emosional. Di baliknya, tersimpan tanda tanya besar: mengapa kepala daerah absen dalam forum yang membahas nyawa dan kesejahteraan masyarakat miskin? Apakah ini sekadar kesalahan komunikasi, atau ada persoalan lebih dalam tentang prioritas dan kepemimpinan?
Pernyataan keras disampaikan oleh Anom Panuluh, salah satu juru bicara Aliansi. “Kami atas nama aliansi peduli kesehatan merasa kecewa. Kami tidak akan berbicara banyak atau memberikan solusi karena Bupati tidak hadir. Itu bentuk dari ketidakpedulian seorang Bupati Brebes terhadap masyarakat miskin,” tegas Anom.
Bagi aliansi, kehadiran simbolis seorang bupati bukan sekadar formalitas. Ini dianggap sebagai indikator komitmen moral terhadap problem kesehatan rakyat, khususnya warga kurang mampu yang paling rentan.
Aliansi yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat sipil ini sejak awal mendorong agar isu-isu mendasar seperti keterjangkauan akses layanan kesehatan, efektivitas JKN, hingga penanganan kasus medis di RSUD dibahas langsung bersama bupati.
Mereka menilai kehadiran pejabat setingkat kepala dinas, bahkan meskipun disertai OPD teknis lain, tidak cukup representatif untuk menangkap urgensi masalah yang dibawa.
Marlan , salah satu aktifis yang tergabung di aliansi ,mengatakan emang lebih kita walk out.dari pada kita sudah sampaikan berbagai keluhan keluhan masyarakat ,dan gagasan segala macem ,nanti ujung ujungnya hanya di tampung dan di sampaikan ke bupati . kalau dengan audensi Bupati tidak merespon dengan baik lebih baik kita mengadakan aksi demo untuk menyuarakan keluhan masyarakat miskin.
Pembelaan Pemkab: Soal Prosedural, Bukan Prioritas?
Di pihak Pemkab, Kepala Dinas Kesehatan Brebes Inneke Try Sulistyowati menyatakan pihaknya sudah berusaha optimal memfasilitasi audiensi.
“Kami sudah memfasilitasi audiensi dan menghadirkan beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. Tapi karena yang diharapkan adalah kehadiran Bupati, mereka tidak bisa menerima jika hanya diwakilkan. Ya sudah, kami hormati,” ucap Inneke.
Secara prosedural, kata Inneke, audiensi telah memenuhi standar disposisi pejabat daerah. Bupati disebut telah mendelegasikan sepenuhnya kepada Dinas Kesehatan dan OPD terkait untuk menerima aspirasi.
Namun, secara substansi, absennya kepala daerah memunculkan kesan menghindar, apalagi di tengah isu pelik tingginya angka ketidakaktifan peserta JKN mandiri dan masih adanya keluhan layanan kesehatan di rumah sakit daerah.
Capaian UHC vs Realitas Partisipasi JKN
Inneke memaparkan bahwa saat ini capaian Universal Health Coverage (UHC) Brebes telah menyentuh 98 persen dari total penduduk. Artinya, secara angka, hampir seluruh warga telah terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Namun di balik angka ini, muncul fakta serius: Tingkat keaktifan peserta JKN baru 73,37 persen, padahal standar minimal nasional adalah 80 persen. Peserta mandiri hanya 39 persen yang rutin membayar iuran.
“Sistem JKN berbasis gotong royong. Jika banyak peserta tidak aktif membayar, pembiayaan pelayanan kesehatan pasti terganggu,” tambah Inneke.
Dalam konteks ini, aliansi menilai lemahnya keaktifan pembayaran iuran justru memperkuat perlunya kepemimpinan langsung dalam memperbaiki sistem pelayanan kesehatan daerah.
Audiensi Tanpa Hasil: Risiko Politik dan Sosial
Absennya Bupati dalam audiensi publik berisiko memperdalam jurang ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah. Dalam konteks Brebes, di mana angka kemiskinan relatif tinggi dibanding rata-rata Jawa Tengah, persoalan kesehatan menjadi isu sensitif yang langsung menyentuh basis elektoral.
Selain itu, walk out terbuka seperti ini dapat menjadi preseden buruk dalam praktik demokrasi lokal. Ketika ruang dialog formal diabaikan, masyarakat berpotensi mencari saluran alternatif untuk menyuarakan aspirasi, termasuk jalur aksi massa.
Siapa yang Salah? Analisis Data dan Akal Sehat
Berdasarkan data UHC, tingkat keaktifan JKN, dan standar pelayanan kesehatan, logika sehat menyimpulkan: Kehadiran langsung kepala daerah dalam forum strategis seperti ini adalah kebutuhan, bukan sekadar pilihan.
Tingkat partisipasi publik dalam JKN menjadi indikator nyata bahwa sosialisasi dan komitmen pelayanan masih perlu diperkuat, dan itu memerlukan kepemimpinan simbolik langsung. Delegasi kepada dinas teknis tidak cukup memulihkan kepercayaan ketika isu yang diangkat menyentuh masalah hidup-mati masyarakat kecil.
Investigasi atas insiden ini menunjukkan bahwa absennya pemimpin dalam isu vital seperti kesehatan bukanlah sekadar soal teknis birokrasi. Ia adalah soal nilai prioritas dan komitmen moral terhadap rakyat. Ketika masyarakat kecil berbicara, pemimpin seharusnya hadir, bukan hanya secara administratif, tapi juga secara batin dan politik.
Penulis : Tim Redaksi