Tak ada yang menyangka, seorang pria bertato penuh di tubuhnya yang dulu dikenal sebagai preman jalanan kini menjadi sosok yang menginspirasi banyak orang.
Roni (42), yang pernah hidup dalam dunia kejahatan dan narkoba, kini menjalani kehidupan baru sebagai marbot Masjid Al-Ikhlas, Jalan Setia Luhur, Medan Helvetia.
Dengan jubah putih kehitaman dan sorban hijau melingkar di kepalanya, Roni kini terlihat khusyuk dalam setiap ibadahnya. Namun, perjalanan menuju titik ini penuh dengan liku-liku kehidupan yang kelam.
Kelamnya Masa Lalu: Premanisme, Narkoba, dan Jeruji Besi
Sejak awal tahun 2000-an, Roni dikenal sebagai preman jalanan yang tergabung dalam organisasi masyarakat (Ormas). Berbagai tindak kriminal ia jalani, mulai dari mengedarkan narkoba, penganiayaan, hingga pembunuhan. Tiga kali ia merasakan dinginnya jeruji besi, namun tak juga membuatnya jera.
- Tahun 2002, ia ditangkap karena mengedarkan putau dan harus mendekam di penjara selama 4 tahun 10 bulan.
- Tahun 2012, ia kembali ditahan akibat menusuk seseorang nyaris hingga tewas dalam konflik pemilihan ketua Ormas.
- Tahun 2015, ia kembali masuk penjara setelah terlibat dalam kasus pembunuhan.
“Kerja malas, tapi mau uang banyak. Kadang ada pesanan dari petinggi Ormas, disuruh mukulin atau ngerjain orang,” kenang Roni.
Meski sudah berkeluarga sejak tahun 2009 dan memiliki empat anak, kehidupannya tetap tak berubah. Ia jarang pulang, hanya muncul di rumah setiap tiga bulan sekali.
“Anak-anak sampai mengira saya merantau jauh, padahal saya ada di Medan,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Hidayah Datang di Titik Terendah
Hingga tahun 2022, saat dirinya hampir tertangkap polisi untuk keempat kalinya, hidup Roni berubah. Ia selamat dari penangkapan yang seharusnya membawanya kembali ke balik jeruji besi.
“Saat itu saya lagi di puncak kejayaan, sabu banyak, uang banyak. Tapi entah kenapa, tiba-tiba saya muak. Saya ingin berhenti,” katanya.
Sejak saat itu, Roni meninggalkan dunia gelapnya. Ia tak lagi menjual narkoba, bahkan membagikan sisa dagangannya secara gratis kepada teman-temannya.
“Saya pikir, saya harus berhenti sebelum mati dalam keadaan hina,” ungkapnya.
Ia mulai mendekatkan diri ke masjid, awalnya hanya sebagai pembersih tanpa bayaran.
Selama dua tahun ia menjadi relawan, hidup dari bantuan dermawan. Hingga akhirnya, pada tahun 2024, ia resmi diangkat sebagai marbot Masjid Al-Ikhlas.
Menjadi Pribadi Baru: Ayah, Suami, dan Muslim yang Taat
Kini, Roni menjalani kehidupan yang jauh lebih tenang. Ia mencari nafkah halal, mengayuh becak pemberian kakak iparnya untuk menambah penghasilan.
Baginya, keluarga kini menjadi prioritas utama.
“Harapan saya cuma satu: menjadi ayah yang baik bagi anak-anak saya. Saya ingin mereka mengenal saya sebagai ayah yang taat, bukan preman,” tuturnya dengan penuh harap.
Kisah hijrah Roni menjadi bukti bahwa hidayah bisa datang kepada siapa saja. Tak peduli seberapa gelap masa lalu seseorang, pintu taubat selalu terbuka. Baginya, kini hanya ada satu jalan yang ingin ia tempuh: jalan menuju ridha Allah.
Kisah nyata ini bukan hanya sekadar kisah, tetapi juga pelajaran bagi kita semua bahwa perubahan itu mungkin, selama ada niat dan tekad yang kuat.
Semoga kisah ini menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk kembali ke jalan yang benar.(***)