Nasional detik.com, Lampung – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dimulai sejak 6 Januari 2025, alih-alih mencukupi kebutuhan gizi anak-anak sekolah, program unggulan Presiden Prabowo Subianto ini malah terus-menerus dibelit banyak masalah. Terancam meleset dari target?
Belum juga teratasinya berbagai kekacauan yang ada sejak awal pelaksanaan MBG, berbagai masalah baru kembali bermunculan pada momentum Ramadan 2025 ini. Semua persoalan yang muncul bersumber dari Badan Gizi Nasional (BGN) selaku penyelenggara MBG.
Sebelumnya, pelaksanaan MBG diwarnai banyak masalah, dari mulai dapur-dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menjadi mitra mandiri BGN hingga kisruh monopoli ompreng oleh BGN. Baru-baru ini publik dikejutkan dengan dimonopolinya menu MBG oleh produk-produk Mayora, produsen besar makanan dan minuman.
Dengan dalih menyesuaikan dengan menu yang bisa dibawa pulang oleh siswa selama Ramadan, produk Mayora mendominasi pada makanan yang disajikan dalam bentuk biskuit, roti, dan sereal instan. Persoalannya, pelibatan produk makanan dari UMKM tak tampak. Padahal sejak awal digaung-gaungkan bakal menyertakan UMKM dalam penyediaan menu MBG.
Komite Anti Korupsi Indonesia (Kaki) , Lucky Nurhidayah menyoroti bila BGN justru melibatkan korporasi besar seperti Mayora, maka perlu dicurigai motif di baliknya. BGN dituntut konsisten dengan tujuan program ini, sehingga harus memprioritaskan kerja sama dengan UMKM dan para petani, peternak, serta nelayan. “Kalau dikerjakan oleh korporasi besar, maka UMKM tidak akan mendapat bagian, dan keuntungan akan menumpuk di satu korporasi,” kata dia kepada Awak Media, baru-baru ini.
Salah satu tujuan program MBG adalah memberdayakan perekonomian rakyat bidang pertanian, peternakan, dan perikanan, serta mendorong pertumbuhan UMKM. Sebab, jika BGN memilih bekerja sama dengan korporasi besar, maka UMKM akan mati dan sulit terlibat dalam program ini, karena tak bisa bersaing dengan korporasi yang memiliki segala-galanya.
Ia pun menggarisbawahi, jangan sampai pelibatan korporasi besar karena kegagalan BGN mencapai target pembentukan SPPG atau dapur MBG, sehingga memilih jalan pintas dan jalan yang paling mudah. Oleh karena itu, BGN harus segera dievaluasi kinerjanya selama beberapa bulan ini, sebelum uang negara terlanjur diselewengkan.
Lebih dari itu, BGN harus menjelaskan kepada publik, mengapa memilih bekerja sama dengan korporasi besar. BGN dituntut harus transparan dan akuntabel dalam mengelola keuangan negara, mengingat anggaran program MBG sangat besar, sehingga pengelolaannya harus lebih berhati-hati. “MBG adalah program prioritas Presiden Prabowo. Jika pengelolaannya amburadul, maka presiden akan dipermalukan bahkan dimintai pertanggungjawabannya.”