Nasionaldetik.com , jakarta,- Andri Eyus Luntungan Mengatakan refleksi Hari Pers DI Indonesia Perlu Juga Dikenang Jasannya. Rabu 12/02/2025
Andri Elyus Luntungan,yang juga tokoh Jurnalis Nasional dan Pengamat Internasional Mengatakan , Hari Pers Nasional di Negara Indonesia setidaknya perlu juga dikenang jasanya, artinya Pers disamping harus mencerdaskan bangsa pers juga sebagai pilar negara, setidaknya peranan Pers disini sangat dibutuhkan oleh negara meskipun terkadang dijajaran dibawah tidak dimengerti, seperti setingkat Bupati Kapolres, dan lembaga suwadaya lainya, akhir tidak jarang terjadi perbuat kriminal para jurnalis yang sedang meliput dilapangan. boleh saya pinjam perkataannya
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyatakan kebebasan pers di Tanah Air sepanjang 2023 berada dalam kondisi yang krisis. Sekjen AJI Indonesia, Ika Ningtyas, menilai krisis kebebasan pers dapat dilihat dari konsentrasi kepemilikan media yang cukup kuat terhubung langsung dengan partai politik maupun oligarki bisnis tertentu. Hal itu menjadi tantangan serius terhadap independensi ruang redaksi.
”Ini menjadi tantangan (karena) ada intervensi pada upaya memproduksi, tidak ada independensi,” kata Ika dalam peluncuran laporan situasi kebebasan pers 2023 secara daring,
Krisis kebebesan pers di Indonesia, tambahnya, juga dipengaruhi oleh model bisnis media massa yang berbasis klik (click-bites), yang masih cukup dominan, terutama media daring. Hal itu bisa berdampak terhadap produk jurnalisme yang bermutu rendah.Menurut AJI Indonesia, krisis kebebasan pers juga terlihat dari tingginya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap jurnalis selama 2023. Setidaknya hampir 1.000 jurnalis dan pekerja media menjadi korban PHK yang dilakukan perusahaan media.
“Ini membuat jurnalis masih berada dalam situasi kesejahteraan yang rendah sementara masa depan yang kian tak pasti,” ungkap Ika.
AJI Indonesia telah mencatat situasi kesejahteraan 428 jurnalis dari seluruh daerah di Indonesia yang bekerja di berbagai platform. Hasilnya ada 32,8 persen jurnalis yang bekerja tanpa perjanjian kerja, sebagian besar berstatus kontrak. Lalu, ada juga jurnalis yang diupah berdasarkan satuan berita yang dihasilkan.
Beberapa perusahaan media bahkan mengupah jurnalis mulai dari Rp15 ribu hingga Rp30 ribu per berita.Krisis terhadap kebebasan pers di Indonesia juga dipengaruhi oleh tingginya kasus kekerasan terhadap jurnalis sepanjang 2023. AJI Indonesia mencatat ada 89 kasus kekerasan. Sebanyak 83 jurnalis, 5 kelompok jurnalis, dan 15 media menjadi korban. Jumlah kasus kekerasan itu naik dibandingkan 2022 dengan 61 kasus dan 41 kasus pada 2021.
Adapun 89 kasus kekerasan terhadap jurnalis paling tinggi berupa teror dan intimidasi dengan 26 kasus, kekerasan fisik 18 kasus, serangan digital 14 kasus, larangan liputan 10 kasus, penghapusan hasil liputan tujuh kasus, perusakan atau perampasan alat kerja lima kasus, kekerasan seksual lima kasus, dan kriminalisasi maupun gugatan perdata empat kasus.
AJI Indonesia memerinci pelaku kekerasan didominasi dari 36 aktor negara yang terdiri dari 17 polisi, 13 aparatur pemerintah, lima TNI, dan 1 jaksa. Lalu, ada 29 pelaku kekerasan non-aktor negara terdiri dari 13 warga, tujuh perusahaan, empat ormas, empat pekerja profesional, dan satu partai politik. Namun, ada 24 pelaku kekerasan terhadap jurnalis yang tidak dapat diidentifikasi utamanya pada kasus serangan digital.
Indeks Kebebasan Pers Sedunia 2023: Peringkat RI Membaik, Tapi Jurnalis Masih Bekerja di Lingkungan Sulit
Dari 89 kasus yang terjadi di pada 2023, 20 kasus di antaranya telah dilaporkan ke polisi. Namun sebagian besar kasus yang dilaporkan itu belum ada tindak lanjutnya.
Bukan hanya itu, AJI Indonesia juga mencatat sejumlah kasus serangan terhadap narasumber pada tahun lalu, yakni empat kasus dengan lima orang menjadi korban. Serangan terhadap narasumber salah satunya dialami oleh eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo.
“Kami masih mencatatat kekerasan atau represif terhadap jurnalis, media, dan narasumber semakin masih tinggi dibandingkan tahun 2022,” jelas Ika.
Situasi Kebebasan Pers Sedang Tidak Baik
Ketua Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media), Masduki, mengatakan laporan yang dikeluarkan oleh AJI Indonesia menggambarkan situasi kebebasan pers di Tanah Air sedang tidak baik-baik saja.
“Ketika kondisi kebebasan pers kita mengalami represi yang luar biasa. Kebebasan pers sebenarnya paralel dengan kondisi politik kita yang sedang mengalami sering disebut dengan regresi atau kemunduran,” ujarnya.Berkaca dari situasi krisis kebebasan pers di Indonesia salah satunya soal soal upah layak bagi jurnalis. Menurut Masduki diperlukan peran pemerintah dalam menciptakan ekosistem jurnalisme yang berkualitas.
“Menyediakan dana abadi untuk media dengan jurnalisme yang baik. Nanti dikelola oleh tokoh-tokoh independen melalui lembaganya. Lalu, menyediakan dan mengelola dana-dana abadi dari perusahaan atau negara untuk jurnalisme berkualitas. Karena hanya ini dibutuhkan sekarang dan ke depan. Hanya dibutuhkan ekosistem untuk menunjang itu semua,” jelasnya.
Sementara itu dosen senior dari Monash University Indonesia, Ika Idris, mengatakan mayoritas media massa di Indonesia mengandalkan model bisnis iklan dari platform digital. Model bisnis itu kerap menjadi bagian dari ekosistem propaganda yang turut membuat krisis kebebesan pers di Indonesia.
Atas hal tersebut organisasi pers di Indonesia diminta untuk mengadvokasi soal perbedaan insentif yang dihasilkan media massa yang mengandalkan iklan dari platform digital terkait produk jurnalistik atau konten yang diverifikasi.
“Organisasi pers agar mengadvokasi ke Google bahwa harus ada perbedaan insentif antara berita atau konten yang diverifikasi dan tidak,” katanya. Ini yang saya dengar keluh kesah mereka ditahun 2023 itu. Artinya menyambut hari pers indonesia tidak hanya sampai mengatakan selamat hari pers, saja. melainkan perlu juga masuk kedalam sekaligus mendengarkan keluh kesah keadaan pers Indonesia itu. cetus andri elyus luntungan pengamat International. saat dimintai tanggapannya mengenai menyambut hari pers nasional kepada online belum lama ini.
Andri juga melanjutkan seperti yang disampaikan Angka Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) nasional untuk kedua kali kembali mengalami penurunan. IKP tahun 2024 mencapai angka 69,36. Angka itu memberi makna, bahwa pers nasional berada dalam kategori cukup bebas.
Pada tahun 2023, IKP nasional berada di posisi 71,57. Hal ini merupakan penurunan cukup tajam dibandingkan IKP tahun 2022 yang mencapai 77,88.
“Penurunan angka IKP itu memperlihatkan, bahwa kondisi pers nasional tidak sedang baik-baik saja. Hal itu bisa dilihat dari lingkungan ekonomi, hukum, maupun politik yang berpengaruh terhadap angka IKP nasional,” kata Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, saat membuka Peluncuran Hasil Survei IKP 2024 Dewan Pers yang diadakan di Hotel Gran Melia Jakarta, Selasa (5/11).
Menurut dia, terbentuknya lingkungan ekonomi, politik, dan hukum tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerntah saja. Pihak swasta dan instansi lain yang terkait dengan pers juga punya peran penting.
Dari lingkungan ekonomi, tuturnya, masih banyak media yang menggantungkan diri pada kerja sama dengan pemerintah daerah. Disadari atau tidak, kondisi ini akan berpengaruh pada independensi atau kemerdekaan pers dalam menjalankan peran untuk melakukan kontrol sosial terhadap jalannya pemerintahan.
Ninik juga mengutarakan pendapatan iklan di media massa yang mengalami penurunan. Pemerintah, yang punya peran besar dalam mengalokasikan belanja iklan di media, juga banyak yang beralih ke media sosial. “Kami meminta agar belanja iklan pemerintah lebih dialokasikan ke perusahaan pers nasional. Ini supaya pers bisa bertahan dan bekerja lebih profesional,” paparnya.
Ia mengingatkan agar pemerintah maupun institusi lain tidak belanja iklan untuk kepentingan atau membeli pemberitaan. Hal itu dimaksudkan untuk keberlangsungan media. Meski tetap perlu dipastikan bahwa belanja iklan tanpa campur tangan pada ruang pemberitaan.
Sementara itu, anggota Dewan Pers yang juga Ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi, Atmaji Sapto Anggoro, menjelaskan angka IKP 69,36 diperoleh dari rerata variabel lingkungan fisik politik sebesar 70,06, lingkungan ekonomi 67,74, serta lingkungan hukum sebesar 69,44. Khusus pada variabel ekonomi, skor rendah dipengaruhi oleh indikator independensi kelompok kepentingan yang kuat dan soal tata kelola perusahaan pers yang baik.
Pada lingkungan hukum, ujar Sapto, perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas dan aturan hukum yang mengancam kemerdekaan pers (penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) dalam kasus pemberitaan membuat indikator ini memiliki angka rendah (68,43 dan 67,14). Demikian juga dengan penanganan kasus pers yang menggunakan instrumen lain di luar UU Pers dan mekanisme kerja sama Polri-Dewan Pers.
Kekerasan dan serangan digital terhadap insan pers, paparnya, juga menjadi salah satu indikator penting yang membuat kemerdekaan pers merosot. “Ini beberapa kali terjadi saat media memberitakan kasus korupsi maupun isu-isu lingkungan,” ungkap Sapto.
Sedangkan Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, meminta agar Dewan Pers dan semua pihak tidak berkecil hati lantaran angka IKP yang kembali turun. “Perlu kita cari langkah untuk mengembangkan model bisnis pers di masa depan dengan melakukan intervensi dalam arti positif dari ekosistem yang ada,” paparnya.
Ia juga menyarankan pendanaan melalui berbagai cara. Hal itu untuk mengatasi hambatan insentif dan mempercepat proses terciptanya iklim dan ekosistem pers yang kondusif.
Mendengar seperti ini saya pengamat setidaknya prihatin sekali dengan pers di indonesia yang nasipnya sampai seperti itu.. Jangan marah boleh menghimbau kepada seluruh pemimpin yang memiliki otoritas baik diparteman maupun dijajaran yang lainnya perlakukan insan pers adalah sebagai mitra yang baik.
Produk jurnalis mereka asli dan tidak diragukan oleh sebab itu lakukan pers indonesia sebaik mungkin. Pesan saya menyambut hari pers di indonesia perlu juga dikenang jasanya. demikian andri elyus luntungan mengahiri perkataannya pada Media Intijaya .
Penulis :!Gilang