Langkat, 5 Desember 2024 – JUNAIDI Wakil Ketua Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Kabupaten Langkat mengungkapkan rasa kecewa yang mendalam terhadap temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengenai indikasi korupsi di 26 Sekolah Dasar (SD) dan 7 Sekolah Menengah Pertama (SMP) di wilayah Kabupaten Langkat. Temuan tersebut mengindikasikan adanya dugaan penyelewengan dana pendidikan yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah tersebut..
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporannya menyebut bahwa sebanyak 26 SD dan 7 SMP menjadi temuan dalam penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang sarat korupsi.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK Sumut nomor. 91/LHP/XVIII.MDN/12/2023, tanggal 28 Desember 2023 menyebutkan adanya Pertanggungjawaban Belanja Dana BOS Tidak Sesuai Ketentuan Sebesar Rp1.286.946.932,00 dan pajak belum disetorkan sebesar Rp2.168.700,00.
Wakil Ketua GP Ansor Langkat , Junaidi, menegaskan bahwa temuan ini mencoreng dunia pendidikan di Kabupaten Langkat. Menurutnya, praktik korupsi di sektor pendidikan tidak hanya melanggar hukum tetapi juga merampas hak anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
“Kami sangat menyayangkan adanya dugaan korupsi ini. Pendidikan adalah hak dasar anak-anak kita. Jika dana pendidikan diselewengkan, maka masa depan generasi muda akan terancam,” ujar Junaidi dalam pernyataan resmi.
Dana BOS disalurkan langsung ke rekening sekolah dengan cara transfer dari rekening Bendahara Umum Negera (BUN) ke rekening Dana BOS milik 656 sekolah dasar (SD), 180 sekolah menengah Pertama (SMP) di wilayah Kabupaten Langkat.
Berdasarkan hasil pemeriksaan secara uji petik pada 26 SD dan 7 SMP yang menerima dana BOS pada tujuh dari 32 kecamatan, diketahui terdapat realisasi dana BOS yang pertanggung jawabannya tidak sesuai dengan ketentuan sebesar Rp388.422.742,00.
Diantaranya pembayaran biaya transport melebihi standar harga dan tidak dilengkapi SPJ Sebesar Rp43.050.000,00, pertanggung Jawaban Belanja BOS Melebihi Belanja Senyatanya Sebesar Rp60.695.282,00, dan barang dari Belanja Dana BOS Tidak Ditemukan Keberadaannya.
Selanjutnya belanja dana BOS sebesar Rp19.105.000,00 tidak sesuai dengan juknis pengelolaan dana BOS, belanja dana BOS tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp60.360.200,00, aplikasi Langkat Belajar pada 41 SDN sebesar Rp205.000.000,00 tidak siap digunakan, kekurangan volume atas penggandaan naskah PTS dan PAS pada 609 SD sebesar Rp558.055.350,00, serta melebihi standar satuan harga sebesar Rp137.637.540,00, juga pajak dari belanja Dana BOS belum disetorkan ke kas negara sebesar Rp2.168.700,00.
Pemilik serifikat Forensic Accounting ini juga mengatakan bahwa dalam LHP BPK dimaksud ada resiko dan akibat yang ditimbulkan yakni Kelebihan pembayaran atas realisasi belanja dana BOS sebesar Rp1.286.946.932,00, juga Kekurangan penerimaan negara atas pajak yang belum disetorkan sebesar Rp2.168.700,00.
Sekalipun sudah di kembalikan sebagian kecil sebesar Rp354.323.602,00 pada rentang tanggal 15 sampai dengan 27 Desember 2023, namun tak mengubah fakta bahwa dunia pendidikan tercoreng oleh perilaku sejumlah oknum di Dinas Pendidikan kabupaten langkat.
“Kami meminta Pj Bupati Langkat Bapak M. Faisal Hasrimy, AP., M.AP dan pihak terkait untuk menjadikan kasus ini prioritas. Jangan sampai ada impunitas bagi pelaku korupsi, terutama di sektor yang sangat penting seperti pendidikan,” tambahnya.