Pacitan,Jatim,Nasionaldetik.com–Sungguh ironis kejadian yang menimpa yadianto Warga desa Watukarung yang berada diwilayah kawasan wisata Pantai Kasap,Kecamatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan tersebut.
Lahan dengan luas tanah lebih dari 9.300 meter persegi,diambil oleh pihak Desa,
dan dibangun Gasebo dilahan,milik Yadianto.
Kewajiban untuk bayar pajak tiap tahun justru malah dikuasai pihak desa,Yadianto akan tetap perjuangkan,saya berpedoman dengan Letter C, SPPT. Buktinya juga ada, terang Yadi,Sabtu (12/10/2024)
Yadi selaku Warga Watukarung membeberkan, menjelaskan peristiwa tersebut berawal ketika dirinya hendak mengurus sertifikat tanah pada 2018 silam.Tanah yang akan disertifikat itu di samping lokasi yang kini jadi persoalan,yang disengketakan mas,
Pada bidang tanah tersebut, awalnya ada letter C-nya, tapi oleh pihak desa dicoret dan diganti kepemilikan dengan nama orang lain.
Lebih lanjut Yadianto, usai konfirmasi dengan orang yang dimaksud, mengaku bahwa yang bersangkutan tidak pernah membeli tanah tersebut, tetapi yang dibeli adalah bidang lain.
“Akan tetapi setiap menanyakan ke pihak desa, jawaban oknum desa; kalau sudah dicoret berarti tanah sudah keluar.
Tapi gak pernah dikasih tahu letter C-nya seperti apa rentetannya,”imbuhnya.
Itu sudah bertahun-tahun saya menelusuri dan akhirnya saya gunakan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah)mas.
Ketika pakai jasa PPAT, Ternyata letter C itu, sudah berganti nama jadi Supeno/Suratin, “Setelah kita lacak ke rumah Supeno/Suratin, dia tidak pernah beli tanah itu. Memang orang tua saya jual tanah, tapi bukan tanah Pantai Kasap tersebut. Itu bidang lain, persil dan blok lain,”tuturnya.
Awalnya tanah itu kan satu bidang, karena ada jalan baru ke wisata, akhirnya sertifikat itu terpisah. Yang sebelah bisa disertifikatkan, sebelahnya lagi belum, karena terbentur badan jalan.
Pihak desa tidak pernah meminta izin kepada Yadianto selaku pemilik tanah saat mendirikan bangunan.
Tiap menanyakan ke pihak desa, Yadi tak pernah dapat jawaban pasti, selain jawaban yang kerap ia dengar; kalau sudah dicoret tanah sudah keluar.
Pihak desa juga tidak pernah izin ke Supeno/Suratin kalau (letter C) itu diatasnamakan mereka,” imbuhnya.
BUMDes Watukarung Aktivitas wisata, ekonomi, telah berjalan sedemikian rupa, yang tentunya pundi-pundi rupiah sudah diraup selama dikelola.
“Kami kemarin juga masuk ke sana (lokasi wisata), seperti tiket masuk ke area Kasap itu tidak ada nomor serinya, tidak ada korporasinya. Menurut hemat kami, kalau ada nomor seri seharusnya ada korporasi,” sahut Andri Hermansyah,Selaku Kuasa Hukum penggugat.
Andri Hermansyah juga menambahkan bukan hanya terdapat bangunan Gasebo saja, tetapi juga ada Aula.Ketika naik di Gasebo, kata Andri, ada tarif yang harus dibayar oleh pengunjung yaitu Rp5 ribu. Kemudian di lahan tersebut, juga dipakai untuk camping ground dengan tarif yang dipatok Rp15 ribu per camping.
Perihal itu, pihaknya pun telah berkirim surat ke DPRD, Inpektorat, dan pihak lainnya. upaya yang akan kita lakukan yakni buat permohonan untuk somasi ke pemerintah desa, kecamatan, kabupaten. “Kalau tidak ada pergerakan, kami akan naik ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Namun sebelumnya kita minta rekomendasi dari Ombudsmen dan Komisi Informasi Publik,”geramnya.
Bagaikan Syuting Sinetron, Pihak Desa Malah Minta Hilangkan Nama Pemilik di Letter C, Wau Fantastis alias lucu.
Kemudian Mediasi yang difasilitasi pihak kecamatan pun seolah belum mampu mengurai permasalahan tersebut, meskipun sejumlah pihak didatangkan, mulai Badan Pertanahan Nasional (BPN) hingga sejumlah dinas terkait. “Alasannya pihak desa macam-macam, sampai ada alasan si tanah itu ada keterputusan letter C dengan yang lalu. Warisnya ada keterputusan,” beber dia.
“Pihak BPN saat itu sampai menjelaskan (ke pihak desa) cara membaca letter C. Pihak BPN menyampaikan, yang dibaca itu yang terakhir, yang lalu gak guna lagi. Semua alasan dari pihak desa itu sudah dipatahkan semua,” lanjutnya.
Pada mediasi ke tiga, lanjut dia, pihak desa yang didampingi oleh bagian hukum, Asisten 3, dan Jaksa Pengacara Negara, meminta untuk menghilangkan nama Marto atau Marto Ginen, dengan alasan karena terputus dan tidak ada yang menguasai, sehingga tanah itu diminta kembali ke negara.
“Pada intinya mereka minta untuk menghilangkan nama Marto atau Marto Ginen,” ucap Andri, sembari geleng-geleng kepala.
Perihal tersebut, Andri dan tim pun masih dibuat bertanya-tanya. Namun sekelumit pertanyaan itu tak jua dapat jawaban. Tanya dia, pada pembangunan 2021 lalu ada nama Suratin/Supeno, apakah pemerintah desa itu ada perikatan, perjanjian, sewa, konsinyasi atau semacamnya. “Kata mereka (pihak pemdes), itu urusan Pak Wito (Sekdes lama). Menurut kami, sebuah perikatan perjanjian itu kan arsip. Itu seharusnya sampai sekarang masih ada, kecuali kena bencana. Termasuk peta kerawangan Desa Watukarung, itu tidak ada,” ujarnya.
Andri sedikit merunutkan, orang tua kliennya tersebut (Marto/Marto Ginen) meninggal dunia pada 1976 silam. Sedangkan pencoretan pada letter C dan diatasnamakan Supeno/Suratin itu, dibubuhkan tinta pada tahun 1983. “(Letter C) yang ditunjukan hanya foto copy saja, bukan asli. Jadi itu terlihat, kalau dalam tinta foto copy itu bukan seperti tulisan yang tahun 1983. Kalau pun nanti arahnya ke forensik atau apa, kami pastikan itu bukan tahun 1983,” katanya.
“Insya Allah, klien kami berada di posisi yang benar. Kami siap mendampingi sampai mana pun. Ini perjuangan rakyat ingin meraih kembali tanahnya,”pungkasnya.
(Yuan,Red)