Banda Aceh – Transparansi Tender Indonesia (TTI) dalam suratnya nomor 078/TTI/IX/2024 Tanggal 13 September 2024 prihal Perbuatan melawan hukum terkait Paket Pembangunan Bunker dan Konsultan pengawas pada Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainal Abidin Banda Aceh.
Dalam suratnya TTI mempertegas jawaban atau tanggapan surat dari Inspektorat Aceh tentang penunjukan penyedia pembangunan bunker pada RSZA Banda Aceh dan Konsultan pengawas secara E-Purchasing atau E-Katalog elektonik. Inspektorat tidak secara tegas menyebutkan dasar hukum boleh atau tidaknya Pembangunan Bunker dan Konsultan Pengawas ditunjuk secara E-Katalog, Inspektorat Aceh merujuk pada contoh contoh yang sudah dilakukan oleh daerah lain, padahal penunjukan penyedia Konsultan pengawas belum diatur pada Peraturan LKPP.
“Merujuk pada Keputusan Kepala LKPP nomor 122 tahun 2022 tentang tata cara penyelenggara E-Purchasing Katalog Elektronik. Metode Epurchasing dapat dilakukan apabila barang dan jasayang dibutuhkan sudah tersedia pada etalase katalog elektronik,” ungkap Koordinator Transparansi Tender Indonesia (TTI), Nasruddin Bahar, Kamis 12 September 2024.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kata Nasruddin, jika melihat pekerjaan konstruksi pembangunan Bunker tidak tersedia pada etalase katalog sehingga tidak memenuhi syarat ditunjuk secara ekatalog. Begitu juga dengan konsultan pengawas belum diatur dalam peraturan LKPP, penunjukan penyedia konsultan pengawas dilakukan dengan cara selain dengan metode Ekatalog begitu disebutkan dalam surat tanggapan LKPP yang ditujukan kepada Lembaga Transparansi Tender Indonesia TTI.
TTI meminta kepastian hukum kepada Aparat Penegak Hukum APH dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Aceh. “Jika APH menyatakan perbuatan KPA pada RSZA Banda Aceh tidak terbukti melawan hukum maka kami minta Kejaksaan Tinggi Aceh meminta rujukan dari LKPP sebagai Lembaga Negara yang ditunjuk untuk mengatur tata cara pengadaan barang dan jasa secara elektonik dan metode pengadaan lainnya,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui metode pengadaan barang dan jasa tidak bertumpu pada Ekatalog saja, masih ada metode lain seperti pengadaan langsung, pemilihan langsung, Tender cepat dan metode Tender. Jika metode tender dinilai lebih tepat untuk apa dipaksakan dengan metode epurchasing. Apakah metode epurchasing lebih mudah mengatur atau menunjuk penyedia karena tidak melalui proses tender ini menjadi pertanyaan besar.
Lanjut Nasruddin, balasan atau tanggapan dari Inspektorat Aceh merujuk pada surat edaran KPK nomor 14 tahun 2022 tentang Pencegahan Kotupsi pada Pengadaan Barang dan Jasa melalui implementasi Ekatalog, inspektorat Aceh menggunakan dalil pembenaran Surat Edaran KPK tersebut seolah olah Ekatalog sudah bersih dari Korupsi, padahal Ekatalog lah sumber korupsi yang paling besar karena penunjukan penyedia dilakukan seperti penunjukan langsung tanpa tender. Dalam prakteknya setelah terjadinya kesepakatan dan dieal dieal tertentu tempo 5 menit langsung jadi. “Pertanyaannya apakah e- katalog cara terbaik mengatasi korupsi tentu tidak,” kata Nasruddin.