PACITAN,Jatim,Nasionaldetik.com– Malam terakhir di bulan Agustus 2024 diwarnai dengan kegiatan budaya yang penuh makna di Desa Kalikuning, Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.
Bertajuk “Umbul Dongo”, acara ini menjadi puncak perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Republik Indonesia di desa tersebut. Kegiatan yang digelar pada Sabtu malam (31/8/2024) ini diisi dengan prosesi persembahan 79 buceng, serta pagelaran wayang kulit yang mengangkat lakon “Angkoro Sirno” oleh Ki Dalang Patri.
79 Buceng sebagai Simbol Umur Kemerdekaan
Prosesi Umbul Dongo ini dimulai dengan arak-arakan 79 buceng, yang merupakan simbol dari umur kemerdekaan Republik Indonesia ke-79 di tahun 2024. Buceng-buceng tersebut dibuat oleh masyarakat Desa Kalikuning secara gotong royong, sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat kemerdekaan yang telah diraih selama ini.
Kepala Desa Kalikuning, Agung Pambudi, dalam sambutannya menyatakan bahwa acara “Umbul Dongo” dengan 79 buceng ini tidak hanya sekadar seremonial, tetapi juga sarat akan makna spiritual dan harapan bagi seluruh warga desa.
“Buceng ini melambangkan umur kemerdekaan Indonesia yang ke-79. Semoga dengan prosesi ini, kita senantiasa diberikan keselamatan, keberkahan, dan kemakmuran sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa,” ujar Agung Pambudi.
Ia juga menambahkan bahwa kegiatan ini menjadi momen refleksi bagi masyarakat Desa Kalikuning untuk terus menjaga dan mengisi kemerdekaan dengan hal-hal positif, selaras dengan semangat perjuangan para pahlawan yang telah berjuang demi kemerdekaan Indonesia.
Pagelaran Wayang Kulit “Angkoro Sirno”
Setelah prosesi “Umbul Dongo” selesai, acara dilanjutkan dengan pagelaran wayang kulit yang dibawakan oleh Ki Dalang Patri, seorang dalang yang sudah terkenal di wilayah Jawa Timur. Lakon yang dibawakan “Angkoro Sirno”, sebuah cerita yang sarat akan pesan moral.
Dalam kisah “Angkoro Sirno”, digambarkan bagaimana nafsu kejahatan dan tindakan buruk dapat menyebabkan kehancuran, baik bagi diri sendiri maupun bagi masyarakat.
Ki Dalang Patri menjelaskan bahwa lakon ini dipilih untuk menggambarkan pentingnya mengendalikan diri dari hawa nafsu dan kejahatan.
“Nafsu kejahatan, tindakan yang tidak baik, atau hal-hal buruk harus kita hilangkan alias lenyapkan, agar kehidupan masyarakat menjadi sejuk, nyaman, dan tentram,” ungkapnya di tengah-tengah pertunjukan.
Ki Dalang Patri, melalui cerita yang disampaikannya, mengajak seluruh warga untuk selalu introspeksi dan memperbaiki diri. Ia menekankan bahwa hanya dengan mengalahkan nafsu buruk, masyarakat dapat hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan.
**Antusiasme Warga**
Kegiatan ini disambut dengan antusiasme tinggi oleh warga Desa Kalikuning dan sekitarnya. Meskipun berada di pelosok, acara ini berhasil menarik perhatian banyak orang, yang datang tidak hanya dari Desa Kalikuning tetapi juga dari desa-desa tetangga.
Mereka datang untuk menyaksikan langsung prosesi Umbul Dongo dan pagelaran wayang kulit yang sudah menjadi tradisi turun-temurun.
Bagi warga Desa Kalikuning, acara ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga menjadi sarana untuk mempererat tali silaturahmi dan menjaga nilai-nilai budaya yang telah diwariskan oleh leluhur.
Mereka berharap, tradisi ini dapat terus dilestarikan dan menjadi warisan budaya bagi generasi berikutnya.
Dengan berakhirnya pagelaran wayang kulit “Angkoro Sirno”, berakhirlah pula rangkaian perayaan HUT ke-79 Republik Indonesia di Desa Kalikuning.
Namun, semangat kemerdekaan dan pesan moral yang terkandung dalam acara tersebut diharapkan akan terus hidup dalam hati setiap warga, menjadi pendorong untuk terus menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, serta mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat dan negara.(Yuan)