Jakarta
Senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Dailami Firdaus menyesalkan pengelola minimarket yang tidak memiliki empati kepada juru parkir di lokasi usahanya.
Pasalnya, alih-alih bisa direkrut sebagai petugas keamanan sekaligus juru parkir agar mereka mendapatkan gaji resmi agar tidak mengutip uang parkir, pengelola minimarket justru terkesan lepas tangan dengan fenomena permasalahan sosial ini.
“Jukir ini kan biasanya Akamsi (anak kampung sini). Kalau pengelola minimarket peduli ini menjadi nilai plus karena mereka ikut memberdayakan warga setempat di lokasi usahanya,” ujar Dailami, Jumat (17/5).
Menurutnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait bersama DPRD bisa memanggil pengelola minimarket agar ada solusi jangka panjang.
“Sebetulnya jukir ini juga diperlukan sebagai bentuk pelayanan kepada konsumen. Apalagi untuk konsumen yang membawa mobil sangat perlu jukir untuk memandu,” terangnya.
Dailami juga mempertanyakan kontribusi pengelola atau pengusaha minimarket bagi masyarakat di lokasi gerai atau tempat usaha.
“Banyak pekerja mulai dari kasir dan lainnya itu bukan warga sekitar. Padahal mungkin banyak warga sekitar yang membutuhkan pekerjaan,” ucapnya.
Merekrut warga terdekat dari tempat usaha, imbuh Dailami, akan memberikan banyak manfaat mulai dari meminimalisir kemacetan hingga hubungan yang baik dengan warga.
“Kalau tenaga kerjanya warga lokal di situ maka akan mengurangi mobilitas penggunaan kendaraan. Tapi, kalau yang direkrut domisilinya jauh-jauh apalagi dari luar DKI maka ini menjadi penyumbang kemacetan di Jakarta,” paparnya.
Dailami menjelaskan, dengan nilai pendapatan mencapai 106,94 triliun sebagaimana disampaikan Corporate Secretary PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk, Tomin Wiian melalui salah satu media, maka bukan hal sulit bagi pengelola minimarket untuk memberikan pekerjaan dan penghasilan bagi jukir.
“Saya kira ada hal yang kontra produktif dari pengelola minimarket. Di satu sisi seperti dengan bangga mempublikasikan keuntungan perusahaan, namun di sisi lain tidak bisa merekrut tenaga keamanan atau jukir,” ungkapnya.
Jika pengelola minimarket tidak kooperatif membantu mengatasi masalah sosial dan pengangguran di Jakarta, Dailami menyarankan agar Pemprov DKI kembali mengevaluasi izin-izin minimarket.
“Secara fakta, masih banyak minimarket yang posisinya dekat dengan pasar tradisional hingga memberikan dampak turunnya omzet warung-warung rakyat,” bebernya.
Ia menambahkan, persoalan jukir liar ini harus dikanalisasi. Pertama, jukir yang menggunakan area fasos-fasum seperti, trotoar dan badan jalan. Kedua, jukir di tempat usaha.
“Kalau jukir yang menggunakan fasos-fasum harus ditindak tegas karena jelas melanggar aturan dan biasanya ada oknum ormas hingga petugas terlibat. Tapi, kalau jukir yang menggunakan area tempat usaha, saya berharap bisa dibina dan direkrut sebagai bagian dari tempat kerja itu,” tandasnya.(heri)