Bali — Pembangunan suatu negara pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan membangun berbagai sarana prasarana penunjang. Pembangunan yang gencar dilakukan oleh pemerintah saat ini berupa pembangunan jalan, jembatan, dan bendungan.
Pemerintah melakukan upaya percepatan proyek-proyek yang dianggap strategis dan memiliki urgensi tinggi untuk dapat direalisasikan dalam kurun waktu yang singkat.
Salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) adalah Bendungan Sidan yang dibangun dalam rangka mendukung ketahanan pangan, ketersediaan air baku dan potensi sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMh) di Provinsi Bali. Bendungan di atas lahan 82,73 hektare itu diperkirakan selesai pada April 2024.
Menurut Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali, Catur Yudha Hariani, pemerintah seharusnya memperbanyak tampungan air (reservoar), baik itu embung maupun bendungan untuk menghadapi ancaman perubahan iklim (climate change). Sehingga di saat kemarau masih ada cadangan air yang cukup besar. Kita sebagai negara kepulauan besar harus juga berpikir besar (think big) untuk terus menambah jumlah tampungan air.
Pemerintah China hingga akhir tahun 2022 tercatat telah memiliki sekurangnya 98.000 bendungan, lalu Korea Selatan mempunyai sekitar 18.000 bendungan, sementara kita mendekati sekitar 300 bendungan.
Berdasarkan penelitian terbaru, dampak lingkungan dari proses pembangunan Bendungan Sidan yang telah diukur dari tiga parameter yaitu; polusi air dan udara, kebersihan lingkungan, serta kualitas dan kuantitas air tidak dirasakan dampaknya oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu PSN ini sudah selayaknya mendapatkan respon yang positif dari seluruh masyarakat Bali dengan cara memanfaatkan infrastruktur ini sebaik-baiknya sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan ekonomi daerah.
Lebih lanjut, PPLH Bali mendorong pemerintah melalui Kementerian PUPR untuk terus mengutamakan pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dengan memanfaatkan seluruh potensi yang ada di berbagai infrastruktur. Sebagai contoh pembangkit listrik tenaga surya terapung (floating solar energy) yang memanfaatkan 20 persen luas permukaan genangan bendungan.
Terdapat potensi tenaga listrik sebesar 4.800 Megawatt (MW) dari floating solar energy, dari seluruh bendungan yang ada.