Ketum IWO-I Akan Gelar Aksi Atas Tewasnya Para Jurnalis Dalam Konflik Palestina Israel

Kamal Porang

- Redaksi

Minggu, 5 November 2023 - 03:11 WIB

40509 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jakarta – Indonesia : Ketua Umum IWO INDONESIA Icang Rahardian mengecam keras atas, 36 jurnalis dan pekerja Media dipastikan tewas, diantaranya 31 warga Palestina, 4 warga Israel, dan 1 warga Lebanon. Selain itu, delapan jurnalis dilaporkan terluka dan sembilan lainnya hilang atau ditahan.

Berdasarkan Hukum Humaniter sebagai Perlindungan bagi Jurnalis kata ketum IWO INDONESIA pada Jumat, 4 November 2023 di Kantor DPP IWO INDONESIA Jl. Ahmad Yani No. 12 Jakarta Indonesia.

“Ketum IWO Indonesia mengatakan hukum humaniter atau dahulu disebut sebagai hukum-hukum perang (the laws of war) mengatur status dan kedudukan jurnalis selama konflik bersenjata. Jauh sebelum konvensi Palang Merah atau Konvensi Jenewa 1949 lahir, status dan kedudukan jurnalis telah diatur dalam annex dari Konvensi IV Den Haag 1907 tentang Penghormatan Hukum-hukum Perang serta Kebiasaan Perang di Darat (Respecting the Laws and Customs of War on Land) Pasal 13 yang menyatakan:

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Individuals who follow an army without directly belonging to it such as newspaper correspondents and reporters, sulters and contractors, who fall into enemy’s hands and whom the latter thinks fit to detain, are entiteld to be treated as prisoners of war, provided they are in possesion of certificate from the military authorities of the army which they are accompanying.

Baca Juga :  Bapak Chandra Wibawa Selaku Ketua Umum AKPI & Herry Setiawan Dewan Pendiri Keluarga Besar Aliansi Keluarga Pers Indonesia ( AKPI ) Ucapkan Selamat Atas Diangkatnya Komjen Agus Andrianto Menjadi Wakapolri

Berangkat dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang jurnalis (dengan istilah: news paper correspondent and reporters), yang jatuh ke tangan salah satu pihak berkonflik dan ditahan maka dia diperlakukan (treated) sebagai tawanan perang. Jurnalis tersebut bukan dianggap (is) sebagai tawanan perang. Untuk memenuhi syarat diperlakukan sebagai tawanan perang, para jurnalis harus memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh pimpinan angkatan bersenjata yang mereka ikuti”.

Masih kata Ketua Umum IWO Indonesia Lahirnya Konvensi Jenewa 1949 yang terdiri dari empat konvensi pasca Perang Dunia Kedua tidak menghilangkan pembahasan soal status dan kedudukan jurnalis. Dalam Pasal 4 Konvensi Ketiga Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlakuan terhadap Tawanan Perang telah ditentukan golongan-golongan yang dianggap sebagai tawanan perang, dimana jurnalis termasuk dalam golongan ke-empat. Pasal 4 bagian A (4) dimana dinyatakan:

Persons who accompany the armed forces without actually being members thereof, such as civilian members of military aircraft crews, war correspondents, supply contractors, members of labour units or of services responsible for the welfare of the armed forces, provided that they have received authorization, from the armed forces which they accompany, who shall provide them for that purpose with an identity card similar to the annexed model.’

Baca Juga :  Ketua Umum IWO Indonesia Kecam Keras Ajudan Panglima TNI Terkait Tindakan Ancaman Terhadap Jurnalis

Dalam pasal ini tidak terdapat banyak perbedaan dengan pasal 13 Konvensi IV Den Haag 1907, yaitu masih dipersyaratkan adanya kartu identitas yang dikeluarkan oleh otoritas angkatan perang. Perbedaannya, hanya pada istilah yang semula news corespondents and reporters menjadi war correspondents. Perubahan istilah ini terkait dengan kemajuan teknologi dari media pers.

Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa 1949 (1977) tentang Konflik Bersenjata Internasional secara jelas mengatur perlindungan terhadap jurnalis serta status dan kedudukannya. Pasal 79 tentang Measures of Protection of Journalist terdiri dari tiga ayat. Secara tegas dinyatakan dalam Pasal 79 (1) bahwa, Journalist engaged in a dangerous professional mission in areas of armed conflict should be considered as a civilian.

“Sehingga jelas sudah bahwa status jurnalis adalah sipil sekalipun ia seorang embedded journalist” tutup Ketua Umum IWO Indonesia Icang Rahardian, saat rapat persiapan aksi Jurnalis Peduli yang akan di gelar di Jakarta dalam waktu dekat. [Tim – IWO-I]

Berita Terkait

Aktor Komoricky: Terima Kasih Polri, Tetap Jadi Pelindung dan Kebanggaan Rakyat Indonesia
TUMBUHKAN SEMANGAT BELAJAR SEJAK DINI, KOREM 051/WIJAYAKARTA DAN MASYARAKAT GELAR KARYA BHAKTI DI TK KARTIKA X-16 MAMPANG, JAKARTA SELATAN
Dugaan Suap dan Pemerasan di Lingkungan Imigrasi Beredar di Sosial Media Tapi tidak ada Tindakan Tegas dari Penegak Hukum
Dugaan Suap dan Pemerasan di Lingkungan Imigrasi Beredar di Sosial Media Tapi tidak ada Tindakan Tegas dari Penegak Hukum
Ditjen Bina Keuda Raih Penghargaan Pengelolaan Keuangan dan Anggaran
Asintel Danpasmar 1 Ikuti Kegiatan Bersih-Bersih Pantai Marunda
Regenerasi Komando, Pilar Kesiapan TNI Masa Depan
Ada Apa…..!!! 8 Bulan Polres Metro Jakarta Barat Belum Berhasil Menangkap Pelaku Pencurian Yang Kabur Pulang ke Muratara,