Medan, Sumut Nasionaldetik.com
Gugatan atas perkara skorsing terhadap penatua HKBP Pardamean Medan, St AE Simanjuntak berlanjut ke persidangan di Pengadilan Negeri Medan.
Penggugat mengatakan tergugat tidak bersedia damai saat tahapan persidangan mediasi yang dilaksanakan hingga tiga kali, demikian disampaikan penggugat, Rabu (10/7/2024) ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Medan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
AE Simanjuntak, kepada wartawan menyampaikan tahapan sidang berlanjut setelah sidang mediasi sebanyak tiga kali gagal dan tidak menemui kesepakatan damai.
Sidang berlanjut, dan saat ini sudah tahapan penyampaian Replik. Ditambahkan, dia sangat menyesalkan jika dalam kesempatan mediasi tiga kali para tergugat, yang didalamnya ada Pimpinan HKBP Resort Pardamean Medan tergugat XV dan Eporus HKBP tergugat XVI serta Praeses Distrik X Medan-Aceh tergugat XVII, dan tergugat I-XIV para penatua lainnya tidak bersedia damai, hingga persidangan proses mediasi gagal damai.
“Ada tiga kali persidangan, tapi para tergugat yang semuanya penatua dan pimpinan HKBP diduga tidak bersedia damai,” terangnya.
Penggugat mengaku telah menyampaikan kepada hakim mediasi kesediannya untuk berdamai.
“Yah saya bersedia damai pak hakim,” katanya kepada hakim pada persidangan mediasi saat itu,” akunya.
Dalam gugatannya, St AE Simanjuntak meminta agar dibatalkannya putusan skorsing dan diaktifkan kembali sebagai Penatua.
Karena menurutnya, skorsing yang dikenakan para tergugat kepada penggugat, dinilai tidak mengacu pada aturan dan peraturan HKBP serta panduan Ruhut Parmahanion dan Paminsangon. Alasan RPP yang dikenakan kepadanya, hanya karena penggugat menghadiri pesta gotilon suatu pesta program di HKBP dan pesta pembangunan di gereja HKBP Pabrik Tenun Medan, yang juga saat itu dihadiri oleh unsur pimpinan pusat, seperti kepala Biro Sekolah Minggu, Remaja dan Naposo (Semirna), itupun ada undangan pribadi diterima penggugat.
Alasan lain menjatuhkan sangsi, karena penggugat melakukan protes menyampaikan keluhan ruas atas pelarangan penggunaan gereja untuk PHD Ina dan kumpulan Parari Rabu merupakan suatu kebaktian kumpulan kaum ibu, serta larangan melakukan kebaktian Sektor-sektor dan kumpulan lainnya. Namun saat itu penggugat melihat ada kumpulan muda mudi NHKBP menggunakan gereja untuk latihan koor. Karena itu, hingga penggugat mempertanyakannya kepada Pdt Jones Panjaitan yang merupakan turut tergugat. “Amang (Bapak-red) kenapa ada yang menggunakan gereja, sementara katanya sudah kesepakatan tidak boleh gereja digunakan kecuali kebaktian Minggu dan acara pernikahan. Sementara, saat itu ada yang menggunakan gereja. Apa ini bukan merupakan diskriminasi atas penggunaan gereja, kenapa ada diskriminasi di gereja,” katanya mempertanyakan kepada Pdt Jones saat itu.
Inilah salahsatunya hingga penggugat dikatakan telah merendahkan kehormatan penatua.
Alasan lainnya, penggugat di tuduhkan menghalangi kebaktian di sektor 6B. Pada saat itulah penggugat mempertanyakan kenapa ada yang menggunakan gereja, dan saat itulah NHKBP menggunakan gereja untuk latihan koor.
Ketika dipertanyakan penggugat kepada Pdt Jones Panjaitan, dan terjadi perdebatan, hingga kemudian Pdt Jones meninggalkan kebaktian dan tidak kembali lagi, batal menyampaikan kotbah firman Tuhan. Kebaktian pun diambil alih dan diteruskan oleh penggugat dalam berkotbah hingga kebaktian selesai.
Jemaat HKBP Pardamean Medan R. Sihite, juga dikenal “Barret” di hubungi awak media ini di PN Medan, menyesalkan tidak bersedianya penatua dan Pimpinan gereja HKBP Pardamean Medan hingga pimpinan tertinggi HKBP untuk berdamai.
“Aku malu, masak pendeta resort hingga Eporus, pimpinan tertinggi di HKBP tidak bersedia damai dalam sidang mediasi di PN Medan ungkapnya.
(Nur Kennan Tarigan)